Jakarta (ANTARA) - Salah satu terdakwa pengeroyokan Ade Armando, Marcos Iswan memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memperingan hukuman demi membiayai sekolah anak.

Hal tersebut disampaikan lantaran saat ditahan, Marcos masih bertindak sebagai kepala keluarga (KK).

"Dimohon hakim ketua untuk mempertimbangkan hukuman kami, karena Marcos punya empat anak yang butuh banyak biaya," kata Marcos dalam membacakan pledoi di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin.

Marcos mengatakan, keempat anaknya masih duduk di bangku sekolah, dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Dia khawatir keempat anaknya tidak bisa melanjutkan pendidikan lantaran kekurangan biaya. Selain itu, dia mengaku mengidap penyakit diabetes sehingga diharapkan kondisi fisik itu bisa jadi pertimbangan hakim meringankan hukuman.

Dia juga membutuhkan perawatan khusus agar penyakit diabetes yang diderita tidak semakin parah.

Baca juga: Pengeroyok Ade Armando mengaku balik melindungi saat korban terluka
Baca juga: JPU minta hakim tolak eksepsi terdakwa pengeroyokan Ade Armando

Marcos membenarkan melakukan penganiayaan terhadap Ade Armando. Namun aksi tersebut tidak berdasarkan rasa dendam melainkan spontanitas belaka.

"Karena dilakukan secara spontan, Marcos mengakui kesalahan dan berjanji tidak mengulangi lagi," katanya.

Dia berharap majelis hakim bisa mempertimbangkan beberapa hal tersebut. Di saat yang sama, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hadir dalam persidangan tetap pada tuntutannya.

Marcos dan lima terdakwa lainnya menunggu vonis hakim yang akan dijatuhkan pada Kamis (1/9) mendatang.

Sebelumnya, enam terdakwa pengeroyokan Ade Armando bernama Marcos Iswan, Komar, Abdul Latif, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq dan Muhammad Bagja dituntut kurungan dua tahun penjara lantaran dinilai terbukti melakukan pengeroyokan.

Tuntutan hukuman itu sesuai ketentuan Pasal 170 KUHP setelah sebelumnya jaksa menghadirkan beberapa saksi dan bukti.

Pewarta: Walda Marison
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022