Jakarta (ANTARA) - Bulan Agustus merupakan momen yang istimewa bagi Indonesia. Baru-baru ini, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan yang ke-77. Mengenang sejarah masa lalu negeri ini dengan berwisata barangkali bisa menjadi pilihan menarik untuk Anda. Sebab, Indonesia kaya dengan sejarah yang kental dan budaya yang diwariskan secara turun temurun.
Berikut ini adalah tujuh tempat wisata sejarah yang dapat Anda kunjungi, dikutip dari siaran resmi Pegipegi, Minggu.
Istana Gebang, Blitar
Kota Blitar dan Soekarno tak dapat dipisahkan. Rumah yang terletak di Jalan Sultan Agung No. 69, Kota Blitar ini menjadi tempat sang Proklamator menghabiskan masa kecilnya. Rumah ini sebenarnya merupakan kediaman suami kakak kandung Soekarno, Sukarmini, yang bernama Poegoeh Wardoyo. Kedua orang tua Soekarno pun tinggal di tempat ini.
Baca juga: Belitung siapkan paket wisata "hopping island" bagi delegasi G20
Saat tiba di kawasan ini, pengunjung akan melihat patung Bung Karno berdiri tegak di depan rumah. Selanjutnya, wisatawan disambut oleh bangunan tua dengan ciri khas perumahan masa lalu dengan aksen Belanda yang cukup kental di setiap sudutnya. Hal itu dikarenakan rumah ini sebelumnya dimiliki oleh seorang pegawai kereta api berkebangsaan Belanda bernama CH. Porteir.
Ketika berada di dalam, anda akan merasakan nuansa khas zaman dulu. Nyaris setiap sudut ruangan rumah ini masih dilengkapi perabotan antik nan cantik, dari ruang tamu dengan kursi-kursi kayu anyaman sampai kamar tidur tamu yang tertata. Anda bisa melihat kamar Soekarno yang masih tertata rapi dengan sprei putih dan tudung kamar tidur.
Rumah Pengasingan Bung Karno, Ende
Anda tertarik berlibur ke pulau Flores? Jangan lupa mampir ke rumah pengasingan Soekarno di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di tempat inilah, Soekarno bersama keluarganya sempat diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Rumah pengasingan ini jugalah yang mendorong Soekarno bangkit melawan pengawasan Belanda.
Selama di pengasingan, ia gemar berkunjung ke kampung-kampung di Ende dan menyapa warga. Bung Karno juga merenungkan Pancasila yang saat ini menjadi dasar kehidupan bernegara masyarakat Indonesia.
Baca juga: Sandiaga: Wisata Kepulauan Seribu akan ciptakan 35 ribu lapangan kerja
Kini, rumah tersebut menjadi salah satu situs sejarah penting negeri ini. Tak jauh dari sana, anda bisa mampir ke Taman Perenungan Bung Karno di Kelurahan Rukun Lima. Wisatawan juga akan menemukan Patung Bung Karno duduk merenung di bawah pohon sukun bercabang lima sembari menatap laut.
Setelah dari sana, anda bisa sekalian mampir menikmati keindahan danau Kelimutu yang terletak tak jauh dari rumah pengasingan tersebut.
Lobang Jepang, Bukittinggi
Lobang Jepang merupakan sebuah terowongan yang dibuat sedalam 60 meter di bawah Kota Bukittinggi, Sumatra Barat. Lokasinya pun tak terlalu jauh jika anda berjalan kaki dari Jam Gadang, hanya 15 menit. Sesampainya di sana, anda bisa memanfaatkan jasa pemandu dengan biaya sekitar Rp60.000 untuk menemani sekaligus menceritakan kepada anda tentang sejarah Lobang Jepang.
Kawasan yang pernah dianggap sebagai lubang terpanjang di Asia ini menyimpan catatan sejarah kelam pada masa penjajahan Jepang. Atas instruksi Letjen Moritake Tanabe, Panglima Divisi ke-25 Angkatan Darat Balatentara Jepang, lubang ini dibangun untuk perlindungan pasukan Jepang pada tahun 1944 oleh para pekerja paksa yang berasal dari luar Bukittinggi, seperti Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Lubang ini memiliki 21 lorong cabang yang pernah difungsikan sebagai barak tentara, ruang sidang, kamar komando, pintu penyergapan, pintu pelarian hingga tempat pembantaian. Dari sekitar 6 kilometer, hanya 1,5 kilometer saja yang saat ini dibuka untuk kebutuhan wisata masyarakat umum dan sisanya ditutup oleh pemerintah.
Baca juga: Revitalisasi kawasan Kota Tua capai 80 persen
Fort Rotterdam, Makassar
Terletak di depan pelabuhan Kota Makassar, Fort Rotterdam pada masa lampau merupakan benteng pertahanan yang dibangun oleh Kerajaan Gowa-Tallo pada tahun 1545 dan jatuh ke tangan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) sekitar tahun 1667. Benteng yang sebelumnya disebut sebagai Benteng Ujung Pandang ini sempat dihancurkan oleh pihak VOC saat penyerbuan.
VOC kemudian membangun kembali benteng tersebut dengan arsitektur khas kolonial Belanda dan mengubah namanya menjadi Fort Rotterdam. Sejak saat itu, Fort Rotterdam menjadi pusat kekuasaan kolonial Belanda di Sulawesi.
Sepanjang sejarah Indonesia, benteng ini pernah memiliki beragam fungsi seiring keadaan. Misalnya, pada saat jatuh ke tangan Belanda, Fort Rotterdam menjadi markas komando pertahanan, kantor pusat perdagangan, dan kediaman pejabat pemerintahan tingkat pusat. Sedangkan pada masa penjajahan Jepang, tempat ini pernah menjadi kamp tawanan perang pada era Perang Dunia II.
Sejak 1970-an, benteng ini dipugar dan telah diubah fungsinya menjadi pusat budaya, pendidikan, tempat acara musik dan tari, serta tujuan wisata bersejarah. Bahkan di kawasan ini, anda bisa mampir ke Museum Provinsi Sulawesi Selatan bernama La Galigo, yang memamerkan beragam benda bersejarah, manuskrip, patung, keramik, dan pakaian masa lampau.
Baca juga: Inilah rekomendasi destinasi panorama indah Indonesia
Kota Lama, Semarang
Kota Lama Semarang dulunya merupakan salah satu kawasan pusat pemerintahan dan perdagangan pada abad 19 dan 20. Ada sekitar 50 bangunan bersejarah yang masih berdiri kokoh. Menelusuri kawasan ini dengan berjalan kaki akan terasa mengasyikkan. Anda akan disuguhkan dengan beragam bangunan berarsitektur khas Eropa khas tahun 1700-an dengan pintu utama, jendela berukuran besar, elemen dekoratif, dan langit-langit yang tinggi.
Di sekitar kawasan ini, anda bisa melihat bangunan yang masih sangat kental dengan nuansa tempo dulu. Seperti Stasiun Semarang Tawang, Nilmij, Marba, Taman Srigunting, hingga salah satu gereja tertua di Jawa Tengah, Gereja Blenduk.
Selain menarik perhatian turis domestik, Kota Lama Semarang juga menarik perhatian turis mancanegara. Kawasan ini bisa menjadi salah satu destinasi pilihan bagi anda untuk menelusuri jejak sejarah.
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh
Masjid yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 ini merupakan simbol agama, budaya, dan perjuangan masyarakat setempat. Sepanjang sejarah Indonesia, Masjid Raya Baiturrahman pernah memiliki banyak fungsi. Selain digunakan sebagai tempat kegiatan keagamaan, masjid ini pernah menjadi tempat menyiarkan agama Islam. Dahulu kala, selain warga setempat, cukup banyak para pendatang dari Melayu, Persia, Arab hingga Turki yang datang untuk menuntut ilmu di masjid ini.
Baca juga: Ada kisah seni di balik daya tarik wisata Jalan Braga Kota Bandung
Selama masa penjajahan, Masjid Raya Baiturrahman juga pernah berfungsi sebagai markas pertahanan terhadap serangan musuh pada masa kepemimpinan Sultan Alaidin Mahmud Syah. Saat terjadi tsunami 2004 pun, masjid ini menjadi tempat penampungan sementara bagi para pengungsi.
Kini, Masjid Raya Baiturrahman telah menjadi salah satu destinasi wisata sejarah dan religi ikonik di Aceh. Anda akan merasakan kemegahan masjid ini sebagai salah satu pusat peradaban Islam. Kemegahan itu terasa lantaran gaya bangunannya menggunakan arsitektur Mughal, yang ditandai dengan menara dan kubah besar, tiga pintu besar dari kayu dan dihiasi banyak ornamen serta interior--dinding dan pilar berelief, tangga marmer, dan lantai--dari Cina, hingga kaca patri dari Belgia.
Taman Sari, Yogyakarta
Hanya dengan tiket masuk seharga Rp5.000, anda sudah bisa memasuki Taman Sari Yogyakarta, yaitu tempat rekreasi dan peristirahatan Sultan Hamengku Buwono I, permaisuri, anak-anak, dan kerabatnya. Anda bisa melihat jejak-jejak kawasan ini yang dulunya terdiri dari kolam pemandian, tempat ganti pakaian, taman-taman, ruangan untuk menari, dan lainnya.
Selain itu, Taman Sari juga sempat menjadi lokasi pertahanan. Sebab, kawasan ini memiliki lorong-lorong bawah tanah, dapur, jembatan gantung, dan berbagai bangunan lainnya.
Jika ingin kembali menelusuri sejarah masa lalu kawasan ini, anda bisa memanfaatkan jasa pemandu wisata dengan tarif Rp50.000 per orang. Selain menemani anda menjelajahi seluruh kawasan, pemandu juga akan menjelaskan konteks sejarah serta kegunaan bagian bangunan lainnya di Taman Sari sewaktu masih berfungsi.
Baca juga: Mengubah bekas tambang menjadi objek wisata di pulau timah
Baca juga: Padang siapkan empat destinasi baru geliatkan pariwsata
Baca juga: Dieng Culture Festival diharapkan jadi agenda wisata internasional
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022