Jakarta (ANTARA News) - Alotnya perdebatan tentang Rancangan Undang-undang (RUU) Penyelenggara Pemilu di DPR menyebabkan pembahasan RUU itu tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
"RUU Penyelenggara Pemilu dijadwal selesai dalam tiga bulan tapi ternyata molor lebih dari lima bulan. Anggota Pansus (panitia khusus) RUU Penyelenggara Pemilu merasa perlu memperdebatkan bagian-bagian yang krusial sehingga tenggat yang disediakan tak tercapai," kata Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPR) Jamaluddin A. Karim kepada ANTARA di Gedung DPR Rabu.
Menurut dia, mestinya RUU Penyelenggara Pemilu itu selesai pada Maret karena pada bulan itu keanggotaan Komisi Pemilihan umum (KPU) sudah berakhir. "Sayangnya, RUU Penyelenggara Pemilu belum tuntas," katanya.
Jamaluddin mengatakan, bagian yang paling menghabiskan energi dalam RUU Penyelenggara Pemilu adalah perihal lembaga pengawas pemilu.
"Yang lain-lain sudah dapat diselesaikan, tapi untuk lembaga pengawas mengalami perdebatan yang panjang," katanya.
Keterlambatan penyelesaian RUU Penyelenggara Pemilu itu, tambah Jamaluddin, memaksa Presiden untuk mengeluarkan Perppu untuk memperpanjang masa jabatan anggota KPU yang habis masa jabatannya pada Maret lalu.
Jamaluddin menjelaskan masalah lembaga pengawas pemilu menjadi alot dalam pembahasannya karena para anggota Pansus RUU Penyelenggara Pemilu mempunyai pandangan yang beragam.
Sebagian anggota menginginkan badan pengawas pemilu itu bersifat nasional yang mencakup seluruh wilayah Indonesia dan juga bersifat tetap yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meski keanggotaannya dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sebagian lagi menginginkan tugas anggota badan pengawas pemilu itu tidak berkesinambungan dan terbatas sesuai dengan masa jabatan yang ditetapkan.
Pada tahun 2006, sebanyak 54 RUU dijadwalkan untuk diselesaikan oleh DPR. "Sampai saat ini baru 18 RUU yang sudah diundangkan oleh anggota Dewan," demikian Jamaluddin Karim, yang berasal dari unsur Partai Bulan Bintang itu.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006