Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Bahan bakar minyak (BBM) fosil yang merupakan hadiah dari Tuhan kepada bangsa ini yang keberadaannya saat ini semakin menipis, bahkan tidak lama lagi akan musnah yang disebabkan terus meningkatnya produksi kendaraan berbahan bakar minyak.
Peningkatan produksi kendaraan bermotor yang diproduksi oleh berbagai perusahaan otomotif setali tiga uang dengan permintaan. Apalagi di Indonesia, jutaan kendaraan jenis baru mulai dari sepeda motor, mobil, dan lainnya setiap tahunnya diproduksi maupun diekspor untuk memenuhi syahwat konsumen.
Kondisi yang seperti ini tentunya menjadikan Indonesia sebagai ladang cuan bagi para pengusaha perusahaan otomotif. Bahkan, pesatnya kemajuan teknologi dalam dunia otomotif cubical centimeter (CC) kendaraan semakin ke sini semakin besar, sehingga konsumsi BBM terus meningkat.
Meskipun perusahaan otomotif terus berupaya menciptakan mesin kendaraan bermotor yang disinyalir bisa hemat BBM, tetapi tetap saja konsumsi BBM akan bertambah jika kendaraannya ber-CC besar ditambah produksi kendaraan yang terus meningkat setiap tahunnya.
Namun demikian, bukan berarti perusahaan otomotif tidak memikirkan kondisi menipisnya persiaan BBM dari fosil, sehingga diciptakanlah kendaraan bertenaga listrik. Tapi apa dikata, kendaraan tersebut masih kurang populer di kalangan masyarakat Indonesia ditambah harganya yang cukup menguras kantong.
Tentunya kondisi seperti ini menjadi perhatian dunia, bahkan pada konferensi G-20 menjadi isu utama pembahasan tidak hanya dilihat dari sisi persediaan BBM saja, tetapi kondisi lingkungan yang di mana sudah terjadi pemanasan global akibat dampak dari emisi gas buang kendaraan.
Sehingga, saat ini berbagai negara tengah berlomba-lomba menciptakan BBM yang berbahan baku non-fosil dan ramah lingkungan. Sebab jika terus ketergantungan dengan BBM yang berasal fosil maka diprediksi tidak akan lama lagi keberadaannya akan musnah.
Dampak yang saat ini mulai dirasakan adalah semakin terbatasnya persediaan dan harga BBM yang mulai meningkat di beberapa negara baik di Asia maupun Eropa dan Indonesia salah satu di dalamnya. Pemerintah RI pun saat ini terus berupaya mencari solusi di tengah kondisi seperti sekarang ini.
Sebab penggunaan BBM tidak hanya untuk kendaraan bermotor saja, tetapi juga digunakan untuk operasional perusahaan baik yang berskala kecil hingga besar. Tentunya, ini membuat dilema tersendiri bagi pemerintah di tengah semakin meroketnya harga minyak mentah dunia, apakah harus mengurangi atau menghapus subsidi ataupun menaikkan harga BBM.
Sudah barang pasti kenaikan harga BBM akan berdampak bagi perekonomian bahkan bisa memicu terjadinya inflasi. Maka dari itu, Presiden RI Joko Widodo menginstruksikan jajarannya untuk terus berinovasi menciptakan sumber energi baru terbarukan yang tentunya ramah lingkungan.
Kementan Menjawab
Merespons permintaan Presiden, Kementerian Pertanian (Kementan) terus berinovasi hingga berhasil menciptakan sumber energi baru terbarukan yang bisa menjadi solusi di tengah persediaan BBM sumber fosil yang semakin menipis.
Temuan para peneliti Badan Litbang Kementan RI yang diberi nama B-100 (Biodiesel 100 persen) ini pun tentunya cukup mengejutkan, karena sudah bisa menjawab keinginan dunia. Sebab BBM untuk mesin solar/diesel ini ternyata bahan bakunya berasal dari sumber daya alam yang mudah ditemukan yakni kemiri sunan dan relatif ramah lingkungan karena 100 persen organik.
Kepala Badan Litbang Kementan Prof Fadjry Djufry mengatakan B-100 ini tentu menjadi harapan semua pihak tidak hanya untuk Indonesia saja tetapi dunia. Bahkan, B-100 tersebut sudah diujicobakan ke sejumlah kendaraan bermotor bermesin diesel/solar dan hasilnya cocok serta tidak merusak kondisi mesin.
Selain itu, kendaraan yang diujicobakan untuk menggunakan BBM ini sudah berhasil menempuh jarak perjalanan hingga ribuan kilometer dan ternyata kondisi mesin kendaraan baik-baik saja dan belum ditemukan permasalahan. Bahkan, diklaim kendaraan yang menggunakan B-100 jauh lebih irit dibandingkan BBM jenis solar/diesel lainnya.
Dari sisi harga, Fadjry menyebutkan B-100 ini jauh lebih murah dibandingkan dengan BBM serupa non-subsidi dengan selisih harga sekitar Rp3 ribu hingga Rp4 ribu setiap liternya. Karya anak bangsa ini pun sudah dilaporkan kepada Presiden RI Jokowi yang diharapkan ke depan bisa diproduksi secara massal untuk membantu rakyat Indonesia dalam memenuhi permintaan akan BBM.
Untuk saat ini B-100 tersebut sudah diproduksi di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) di Jalan Raya Pakuwon Km 2, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Jabar. Meskipun belum diproduksi secara besar-besaran, Fadjry sangat optimistis temuan ini bisa diproduksi secara massal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Selain itu, B-100 diharapkan bisa menjadi produk kebanggaan RI di mata dunia, bahkan diklaim produk BBM ramah lingkungan yang benar-benar murni 100 persen organik baru ada di Indonesia.
Sejumlah delegasi G-20 yang datang ke Balittri Sukabumi yang merupakan para peneliti dan ahli dalam dunia lingkungan serta energi pun dibuat takjub dengan temuan ini.
Salah satunya diungkapkan oleh delegasi G-20 asal Australia yang juga Research Program Manager, Climate Change Australian Centre for International Agricultural Research Dr Veronica Doerr. Selama di Balittri, ia tidak henti-hentinya mengungkapkan rasa takjub tersebut, serta seperti tidak menyangka buah kemiri sunan yang banyak tumbuh di Indonesia bisa dijadikan BBM yang benar-benar ramah lingkungan.
Terlihat ia pun sempat mengabadikan dirinya berfoto bersama dengan pohon kemiri sunan, raut wajahnya pun terlihat sangat bangga dengan temuan para peneliti Indonesia itu.
Bahkan, ia tidak ingin melepaskan kesempatan naik kendaraan yang BBMnya diisi oleh B-100. "Ini sangat menakjubkan tentu kami harus banyak belajar kepada Indonesia," katanya.
Terciptanya Prototipe
Para peneliti di Balittri Sukabumi tidak hanya berhasil menciptakan B-100, tetapi juga mampu menciptakan prototipe mesin pengolah untuk membuat BBM ramah lingkungan yang bahan bakunya sangat mudah ditemukan di berbagai belahan daerah di Indonesia.
Prototipe tersebut yang saat ini digunakan untuk membuat B-100. Ternyata, untuk membuat BBM itu tidak hanya bahan bakunya dari kemiri sunan saja, tetapi bisa dari jenis tanaman lainnya seperti kelapa sawit. Hampir seluruh daerah di Indonesia mempunyai kebun tersebut dan sudah pasti jumlahnya sangat melimpah.
Fadjry menjelaskan prototipe dibuat oleh para peneliti di Balittri dan saat sudah berfungsi serta bisa digunakan. Ia pun mempunyai mimpi bahwa prototipe itu bisa dibuat secara massal dan disebarkan ke seluruh penjuru bumi nusantara, tetapi yang diutamakan daerah yang sulit mendapatkan pasokan BBM.
Selain itu, untuk membuat prototipe tersebut tidak membutuhkan biaya yang besar dan mudah dioperasikan oleh siapapun. Pihaknya pun saat ini sudah berkomunikasi dengan berbagai perusahaan milik nasional agar ke depan bisa diproduksi secara massal.
Hingga saat ini prototipe itu belum diberi nama, karena ia ingin temuan itu namanya diberikan langsung oleh Presiden Jokowi.
Ke depan, Indonesia tidak menutup kemungkinan bisa menjadi produsen biodiesel 100 persen terbesar di dunia karena didukung oleh melimpahnya bahan baku. Sehingga dalam penyediaan BBM, Indonesia tidak lagi bergantung kepada negara lain, tinggal bagaimana cara memanfaatkan bahan baku yang ada di lingkungan.
Tentunya pengembangan prototipe sangat penting apalagi produknya berupa B-100 benar-benar sudah bisa difungsikan dan aman untuk seluruh jenis kendaraan bermesin diesel baik model terbaru maupun model lama.
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2022