Jadi bencana itu sebetulnya pintu masuk untuk mengatakan ada bencana-bencana lain juga

Jakarta (ANTARA) - Bumi Purnati Indonesia dan Komunitas Seni Hitam Putih Sumatera Barat akan menyelenggarakan pentas bertajuk "Under The Volcano" pada 27 Agustus di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan.

"Alasan mengangkat cerita ini karena beberapa tahun terakhir, bencana itu, 15 tahun terakhir kita tidak lepas dari bencana. Tsunami, gempa bumi, di mana-mana bencana terus. Dan kita seakan-akan menjadi terbiasa dengan bencana itu," kata Yusril Katil selaku sutradara saat dijumpai ANTARA di Ciputra Artprenuer, Jumat malam.

Lebih lanjut, Yusril juga mengatakan bahwa dirinya juga tinggal di antara dua gunung merapi yang masih aktif. Oleh sebab itu, warga di sana pun merasakan kegelisahan setiap hari. Hal inilah yang ingin coba digambarkan Yusril dalam pentas "Under The Volcano".

Baca juga: "Under the Volcano" siap dipentaskan Sabtu ini

Pentas ini juga terinspirasi dari "Syair Lampung Karam" karya Muhammad Saleh yang ditulis pada 1883 silam.

"Kebetulan saya tinggal di bawah gunung merapi. Jadi kalau saya buka pintu rumah saya itu di depan gunung merapi, saya buka belakang rumah saya Gunung Singgalan. Kami diapit oleh dua gunung dan itu aktif. Jadi kita setiap hari kita itu gelisah, cemas dengan situasi yang ada pada gunung itu. Tapi kita tidak ada pilihan lain. Kita harus tetap bertahan di situ karena kita tinggal di situ," ungkap Yusril.

"Kedua saya terinsirasi dari buku 'Syair Lampung Karam'. Jadi ketika terjadi fenomena bencana Krakatau ketika meledak. Dan saya mengalami peristiwa ketika gunung meletus. Setelah itu saya mengalami juga berita tentang tsunami di Aceh. Ini yang menginspirasi saya sebenarnya untuk menggarap naskah 'Under The Volcano' ini sebenarnya," sambungnya.

Cuplikan pementasan "Under The Volcano" di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Jumat (26/8/2022) (ANTARA/Lifia Mawaddah Putri)

Melalui "Under The Volcano", Yusril ingin mencoba mengatakan kepada penonton bahwa bencana akan terus ada. Namun, hal ini tergantung dari bagaimana seseorang dapat menyikapi dan mewaspadai bencana tersebut.

Baca juga: Teater Tanah Air bersiap tampil di Jepang

"Sebetulnya saya ingin mengatakan bahwa bencana itu akan ada terus. Tinggal bagaimana kita menyikapinya, mewaspadainya. Jadi itu tidak hanya persoalan bencana alam. Tapi ada juga bencana kemanusiaan sebenarnya yang ada pada diri kita," jelas Yusril.

"Jadi bencana itu sebetulnya pintu masuk untuk mengatakan ada bencana-bencana lain juga. Sehingga ada ketakutan lain juga, ada kengerian juga, ada kegelisahan juga yang harus kita waspadai. Untuk itu, tergantung kita bagaimana kita menyikapi itu. Apakah akan kalah? Kita tidak bisa pergi. Tidak ada pilihan lain. Kita harus tetap bertahan hidup dalam kondisi seperti itu," tutupnya.

Dalam karya yang dimainkan oleh Komunitas Seni Hitam Putih dan aktris Jajang C. Noer, dikomposeri oleh Elizar Koto dengan dramaturg Rhoda ini, Yusril mencoba menghadirkan nuansa Minangkabau yang dinamis dan melankolis.

Pertunjukan berdurasi kurang dari 80 menit ini dimulai dengan cerita awal sebelum bencana terjadi. Digambarkan dengan suasana kehidupan yang harmonis, masyarakat menjalankan kegiatan sehari-hari dengan damai. Namun, tiba-tiba bencana datang.

Pertunjukan ini akan mulai pukul 16.00 dan pukul 20.00 WIB. Pembelian tiket dapat dilakukan di loket.com/https://linktr.ee/ciputraartpreneur. Tiket tersebut dibanderol seharga VIP Rp1.350.000, Diamond Rp1.000.000, Gold Rp750.000, Silver Rp500.000 dan Bronze Rp250.000.

Baca juga: Monolog "Di Tepi Sejarah" hidupkan lagi kisah pelukis Emiria Soenassa

Baca juga: Inggit Garnasih di atas panggung pentas, tegak setelah dihantam ombak

Baca juga: Episode ketiga "Di Tepi Sejarah" hadirkan kisah hidup Gombloh

Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022