"Karena anak rentan dipengaruhi, dia belum matang untuk mengambil keputusan," kata Brata dalam webinar bertajuk "Bimbingan Teknis LPKRA pada Unit Penanganan Kasus di Satuan Pendidikan Tingkat SMP/MTs", yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Kasus yang dimaksud tersebut misalnya kasus narkoba, kriminalitas, terorisme dan sebagainya.
Selain itu, secara fisik, anak masih lemah dan bergantung pada orang dewasa.
Anak juga masih dalam proses perkembangan. Oleh karenanya, hal-hal traumatis yang dirasakan anak semasa kecil bisa mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya ketika dewasa.
Baca juga: Satuan pendidikan harus jadi lembaga yang lindungi anak
Brata mengatakan hukuman terhadap anak yang terlibat kasus berbeda dengan hukuman terhadap orang dewasa karena anak masih dalam proses perkembangan.
Dia mencontohkan anak-anak yang terlibat kasus tindak pidana sebisa mungkin tidak dipenjara, melainkan direhabilitasi di pusat-pusat rehabilitasi.
"Anak perlu dilindungi karena secara hukum, anak masih di bawah perwalian," katanya
Dalam webinar tersebut, pihaknya juga menjelaskan upaya-upaya pencegahan dan penanganan terhadap kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah pada anak.
Brata menjelaskan perlakuan salah biasanya dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab atau mendapatkan kepercayaan atau kuasa atas anak tersebut.
"Misalnya orang tua menampar anaknya. Itu kan kekerasan fisik ya, itu termasuk kategori ini (perlakuan salah) karena dilakukan di rumah dan pelaku adalah orang tuanya," katanya.
Berbeda dengan perlakuan salah, kekerasan pada anak, pelakunya adalah orang yang tidak bertanggung jawab langsung pada anak.
Sementara tidak memakaikan helm pada anak saat berkendara motor merupakan salah satu contoh dari penelantaran anak.
Baca juga: Kalteng perluas jangkauan pelayanan perlindungan anak di daerah
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022