cobalah menarik napas lewat hidung empat detik hitungan, lalu menahannya selama lima detik hitungan kemudian buang napas lewat mulut selama enam detik hitungan
Jakarta (ANTARA) - Psikolog Grace E. Sameve, M.A, M.Psi, menyarankan orang-orang melakukan teknik pernapasan 456 guna membantu menenangkan diri saat mengalami emosi yang intens sekaligus mengatur napas.
Baca juga: Mengurangi ketegangan dengan teknis bernapas dalam
"Tujuannya meregulasi ulang pernapasan agar lebih teratur, untuk menghadapi emosi-emosi intens atau tiba-tiba muncul dan kita tidak tahu itu apa," ujar dia dalam webinar "Cegah dan Atasi Tantrum pada Anak, Tingkatkan Performa si Kecil di Sekolah", Rabu.
Dia mengatakan, pertama, pastikan dulu anak sudah dalam situasi aman misalnya dengan menitipkan pada pasangan. Anak yang berada dalam kondisi aman akan memudahkan orang tua yang ingin melakukan teknik pernapasan 456 berkonsentrasi dan menenangkan diri.
Langkah berikutnya, dalam posisi duduk atau berdiri, seseorang dapat mencoba menutup mata agar konsentrasinya tidak terganggu. Selanjutnya, cobalah menarik napas lewat hidung empat detik hitungan, lalu menahannya selama lima detik hitungan kemudian buang napas lewat mulut selama enam detik hitungan.
Baca juga: Latihan pernapasan untuk pasien COVID-19 selain teknik "proning"
"Ini umumnya perlu dilakukan beberapa kali karena kalau pertama kali masih agak kagok atau menghitungnya kecepatan karena masih emosinya tinggi banget," tutur Grace
Grace menegaskan, tujuan melakukan teknik pernapasan ini untuk mengatur ulang keteraturan pernapasan. Menurut dia, saat seseorang mengalami emosi yang intens atau meluap-luap disadari atau tidak biasanya menyebabkan napas menjadi tidak teratur (biasanya lebih cepat).
Cara ini, sambung dia, mungkin itu tidak dapat menyelesaikan semua masalah tetapi menjadi langkah awal atau pertolongan pertama dalam mencari solusi misalnya berlatih mengenali emosi atau menjalani konseling.
"Umumnya akan lebih tenang supaya kita bisa mengambil keputusan apa yang harus dilakukan selanjutnya dengan lebih wise atau tidak dipengaruhi emosi intens yang kita rasakan," demikian kata Grace.
Berbagai penelitian menunjukkan pengalaman emosi seseorang kompleks dan ini terkadang menyebabkan detak jantung jadi lebih cepat, pipi menjadi merah dan pernapasan tidak teratur.
Baca juga: Studi: Pandemi ubah pengalaman bermimpi dan kesehatan mental
Baca juga: Psikolog sarankan waktu makan anak tanpa gawai
Baca juga: Empat langkah konkret untuk terapkan "self love" menurut psikolog
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022