Singapura (ANTARA) - Pasar saham Asia tergelincir untuk sesi kedelapan berturut-turut pada perdagangan Rabu, karena investor gelisah tentang skala masalah di sektor properti China dan bersiap untuk pesan hawkish dari Federal Reserve (Fed) pada simposium Jackson Hole minggu ini.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,5 persen, sementara Nikkei Jepang turun dengan margin yang sama. Dolar AS mengintai tepat di bawah tonggak tertinggi terhadap sebagian besar mata uang utama dan mendekati puncak 20 tahun terhadap euro.

Wall Street telah stabil pada Selasa (23/8/2022) setelah dua hari mencatat kerugian besar, karena data AS yang lemah meredam kekhawatiran kenaikan suku bunga, tetapi S&P 500 berjangka menyusut 0,2 persen di Asia, sementara FTSE berjangka dan Eropa berjangka juga turun sedikit.

Selasa (23/8/2022) malam Presiden Fed Minneapolis, Neel Kashkari adalah pejabat terbaru yang menegaskan kembali fokus The Fed pada pengendalian inflasi di atas segalanya, dan para pedagang memperkirakan sesuatu yang serupa dari Ketua Fed Jerome Powell yang berbicara dari Wyoming pada Jumat (26/8/2022).

"Mungkin lebih masuk akal bagi (Powell) untuk datang dengan datar, 'Saat ini yang kami pedulikan hanyalah menurunkan inflasi'," kata Ekonom ING Rob Carnell.

"Imbal hasil obligasi akan naik sedikit lebih jauh, memiliki efek yang diinginkan...dan kemudian Anda dapat mulai menguranginya (nanti)."

Baca juga: IHSG menguat di tengah pelemahan bursa saham kawasan Asia

Pedagang telah meningkatkan ekspektasi mereka tentang di mana suku bunga dana Fed mungkin mencapai puncaknya, dengan perkiraan saat ini menunjuk ke sekitar 3,7 persen di pertengahan tahun 2023.

Namun serangkaian berita ekonomi AS yang lebih lemah baru-baru ini telah melihat imbal hasil obligasi pemerintah jangka pendek stabil setelah naik sepanjang Agustus.

Survei manufaktur dan jasa-jasa AS mengecewakan pada Selasa (23/8/2022) dan penjualan rumah baru Juli turun ke level terendah 6,5 tahun.

Imbal hasil obligasi dua tahun bertahan di 3,307 persen pada Rabu dan imbal hasil obligasi 10-tahun turun 2 basis poin (bps) menjadi 3,0332 persen.

Dolar AS yang mendapat dukungan dari ekspektasi suku bunga yang lebih tinggi, juga diuntungkan dari prospek komparatif yang buruk di bagian lain dunia.

Di Eropa, harga gas patokan naik tiga kali lipat dalam waktu kurang dari dua bulan, dan pada musim dingin dibayangi pasokan energi yang tidak dapat diandalkan dari Rusia.

Baca juga: Euro jatuh ke terendah baru 2 dekade di Asia, dolar bertahan kuat

Baca juga: Pasar saham Eropa tergelincir, terseret kekhawatiran resesi global

Kerusakan yang diperkirakan pada pertumbuhan dan inflasi yang lebih tinggi membuat euro merana. Pada Rabu euro dibeli 0,9956 dolar setelah jatuh sejauh 0,99005 dolar sehari sebelumnya.

Sementara itu di China saham-saham properti turun jatuh ketika perolehan labanya membawa pengingat lain tentang lubang dalam yang dialami pengembang tanpa akses ke kredit yang mudah. Indeks pengembang yang tercatat di Hong Kong turun 2,5 persen ke level terendah 10 tahun.

"Orang-orang masih mencoba untuk memahami sepenuhnya efek merugikan karena memiliki banyak dampak," kata Spesialis Pasar di CGS-CIMB, Samuel Siew, di Singapura.

"Masih sangat sulit untuk benar-benar mengukur seluruh tingkat keparahan situasi. Itulah yang coba diuraikan oleh pasar, dan apakah dukungan berkelanjutan sudah cukup."

Indeks Hang Seng turun 1,3 persen pada Rabu, seperti halnya indeks Komposit Shanghai, sementara yuan turun tajam meskipun media pemerintah menerbitkan artikel yang mengatakan tidak ada dasar untuk penurunan jangka panjang.

Penguatan dolar di tempat lain menekan Aussie dan kiwi, meskipun yen naik sedikit menjadi 136,48 per dolar.

Baca juga: Rupiah diprediksi masih berpeluang menguat, usai BI naikkan suku bunga

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022