Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso mengharapkan pemerintah pusat melakukan negoisasi ulang dengan pemerintah Jepang agar pembiayaan proyek "Mass Rapid Transportation" (MRT) dapat disetujui.
"Ini belum final. Masalah (pembicaraan proyek-proyek pembangunan yang dibiayai Jepang-red) itu belum final. Menurut Kepala Bappenas (Menneg PPN/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta-red), kalau ada yang bisa dilunakkan, kemungkinan itu masih ada," kata Sutiyoso usai mengikuti lokakarya tentang Megapolitan di Gedung Bappenas Jakarta, Senin.
Paskah dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa rencana pembiayaan proyek MRT oleh Jepang itu memang terhambat karena tidak adanya kesepakatan tentang sifat pembiayaan.
Pemerintah menginginkan agar sifat pembiayaan itu adalah tidak mengikat atau "untied" karena bisa menggunakan muatan lokal hingga batas maksimal, yaitu 75 persen, sedangkan Jepang menginginkan sifat pinjaman yang mengikat atau "tied" dengan kandungan lokal hanya 30 persen.
Padahal batas waktu pengajuan proyek yang akan dibiayai Jepang adalah pada 31 Maret 2006 mengingat tahun anggaran 2006 pemerintah Jepang dimulai sejak 1 April 2006.
"Kita sebenarnya ingin agar seluruh masalah administrasi dapat diselesaikan pada tahun ini sehingga pada 2007 sudah ada pencanangan," kata Sutiyoso.
Sutiyoso mengatakan, pihaknya menyayangkan seandainya proyek tersebut gagal dibiayai oleh pemerintah Jepang pada tahun ini.
Hal itu, katanya, selain dikhawatirkan akan mempengaruhi pandangan pengambil keputusan di Jepang tentang Indonesia, juga akan mempengaruhi sistem transportasi massal bagi DKI yang sudah dipersiapkan selama ini mengingat MRT adalah bagian dari sistem itu.
"Saya intinya menyayangkan usaha yang sudah dirintis selama 11 tahun harus dihentikan jika itu terjadi," katanya.
Selain itu, katanya, bunga pinjaman yang hanya 0,4 persen dengan jangka waktu 40 tahun juga dianggapnya sebagai hal yang sangat menarik.
Sedangkan besar suku bunga untuk pinjaman dengan sifat "untied" adalah 1,0 persen, dan dengan sifat "general" adalah 1,5 persen,
Sementara itu, Paskah Suzetta dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa meski belum final, Pemerintah tetap akan menunggu kemauan dari Pemerintah Jepang untuk mengubah termin pinjaman yang mereka berikan.
"Tahun ini sepertinya Jepang tidak menginginkan `untied`, mereka masih tetap pada posisi `tied`. Jadi kita akan kita coba pada tahun depan," kata Paskah
Meskipun demikian, pihaknya tidak mau menutup kemungkinan memperoleh pembiayaan dari pihak lain seperti ADB (Bank Pembangunan Asia), IDB (Bank Pembangunan Islam), dan pemerintah China, tentunya dengan persyaratan yang dinginkan pemerintah.
Paskah menjelaskan alasan utama keengganan Jepang untuk menolak mengubah sifat dari pinjaman yang diberikan adalah teknologi.
"Jepang tidak percaya akan teknologi yang kita miliki maka dia ingin semua teknologi dipegang oleh dia. Padahal kita kan juga cukup mampu," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006