Tokyo (ANTARA) - Indeks dolar AS mencapai level tertinggi baru lima minggu di sesi Asia pada Senin pagi, setelah pejabat Federal Reserve mengisyaratkan kemungkinan pengetatan moneter agresif yang berkelanjutan menjelang simposium utama bank sentral Jackson Hole pekan ini.

Euro merosot ke terendah baru lima minggu setelah Rusia mengumumkan penghentian tiga hari untuk pasokan gas Eropa melalui pipa Nord Stream 1 pada akhir bulan ini, memperburuk krisis energi di kawasan itu.

Yuan China turun ke level terendah dalam hampir dua tahun setelah bank sentral memangkas suku bunga pinjaman utama, menambah serangkaian langkah-langkah pelonggaran moneter yang bertujuan menopang ekonomi yang terhuyung-huyung dari pembatasan COVID-19 dan krisis properti.

Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang rivalnya termasuk euro, naik tipis menjadi 108,26 untuk pertama kalinya sejak 15 Juli dan terakhir naik 0,074 persen pada 108,23.

Indeks mengikuti kenaikan 2,33 persen minggu lalu - reli mingguan terbaik sejak April 2020 - di tengah paduan suara pembuat kebijakan Fed yang menekankan bahwa lebih banyak yang harus dilakukan untuk mengendalikan inflasi yang tinggi selama beberapa dekade.

Pada Jumat (19/8/2022), Presiden Fed Richmond, Thomas Barkin mengatakan "dorongan" di antara para bankir sentral adalah menuju kenaikan suku bunga yang lebih cepat dan lebih cepat.

"Pembicara Fed telah menekankan pesan bahwa lebih banyak kenaikan suku bunga akan datang mengingat perang melawan inflasi belum dimenangkan," mengguncang pasar menjelang simposium Jackson Hole pada 25-27 Agustus, di tengah meningkatnya ekspektasi Ketua Fed Jerome Powell akan menekankan bahwa pengetatan "masih jauh dari akhir," Rodrigo Catril, ahli strategi senior valas di National Australia Bank menulis dalam catatan klien.

Pasar uang saat ini menunjukkan peluang 47,5 persen untuk kenaikan suku bunga 75 basis poin super besar lainnya pada 21 September, dengan peluang 52,5 persen untuk kenaikan setengah poin.

Ekonom dalam jajak pendapat Reuters condong ke arah peningkatan 50 basis poin dengan risiko resesi meningkat.

Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun naik di atas 3,0 persen di perdagangan Tokyo pada Senin untuk pertama kalinya sejak 21 Juli.

Terhadap mata uang Jepang, yang sangat sensitif terhadap imbal hasil AS, dolar naik setinggi 137,40 yen, terkuat sejak 27 Juli.

Dolar naik setinggi 6,8308 yuan dalam perdagangan domestik untuk pertama kalinya sejak September 2020 setelah bank sentral China (PBoC) memangkas suku bunga pinjaman satu dan lima tahun seperti yang diperkirakan secara luas. Itu terjadi setelah mengurangi biaya pinjaman dalam langkah mengejutkan minggu lalu.

Terhadap yuan di pasar luar negeri, dolar mencapai 6,8520, juga level terkuat sejak September 2020.

Sementara itu, euro merosot ke level 1,0026 dolar untuk pertama kalinya sejak 15 Juli sebelum diperdagangkan turun 0,13 persen pada 1,0027 dolar.

Sterling turun 0,23 persen menjadi 1,1805 dolar, mendekati level terendah lima minggu pada Jumat (19/8/2022) di 1,17925 dolar.

Presiden Bundesbank Joachim Nagel mengatakan kepada surat kabar Jerman Rheinischen Post bahwa ekonomi Jerman, di antara yang paling terkena gangguan pasokan gas Rusia, "kemungkinan" akan mengalami resesi selama musim dingin jika krisis energi berlanjut.

Namun dia menambahkan bahwa sekalipun jika resesi Jerman semakin mungkin terjadi, Bank Sentral Eropa harus terus menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi.

Di tempat lain, dolar Australia dan Selandia Baru merosot di dekat posisi terendah lima minggu. Aussie sedikit berubah pada 0,6876 dolar AS setelah meluncur ke 0,68595 dolar AS pada Jumat (19/8/2022) untuk pertama kalinya sejak 19 Juli. Kiwi datar di 0,6170 dolar AS setelah turun ke 0,61675 dolar AS pada akhir pekan lalu, juga yang pertama sejak 19 Juli.

Baca juga: Emas jatuh lagi karena Fed pertimbangkan suku bunga naik lebih besar

Baca juga: Dolar naik ke tertinggi 5 pekan dipicu perkiraan kenaikan bunga Fed

Baca juga: Rupiah awal pekan melemah masih dibayangi sentimen The Fed

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022