Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah berharap dapat melakukan penghematan sebesar Rp15 triliun hingga Rp17 triliun dari tambahan anggaran sementara ke APBN 2006 sebesar Rp38,4 triliun. "Waktu itu ada tambahan pagu anggaran sementara sebesar Rp38,4 triliun. Ini kita sisir sehingga diharapkan dapat dihemat Rp15 triliun hingga Rp17 triliun," kata Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta sebelum mengikuti rapat di Gedung Depkeu Jakarta, Senin. Paskah menyebutkan, adanya tambahan sementara ke APBN 2006 sebesar Rp38,4 triliun karena adanya tambahan anggaran untuk pendidikan, kesehatan, subsidi listrik, subsidi langsung tunai, subsidi pupuk dan pangan, serta dana untuk otonomi khusus (otsus). "Sebesar Rp38,4 triliun itu di luar APBN 2006 yang sudah disahkan. Ini merupakan masukan baru yang akan menambah defisit APBN 2006," katanya. Namun pemerintah tidak ingin defisit APBN 2006 mengalami peningkatan sangat besar sehingga harus dilakukan penyisiran kembali yaitu dari pagu anggaran sementara ke definitif yang saat itu ditetapkan Rp38,4 triliun. "Ini kita sisir tetapi tidak yang ditujukan untuk pendidikan dan kesehatan. Ini antara lain dilakukan kepada anggaran di departemen seperti untuk penyediaan kantor baru, penyediaan tanah untuk kantor, pembelian kendaraan bermotor, dan lain-lain yang tidak begitu penting. Penghematan juga dilakukan dengan menghemat anggaran untuk rapat dan perjalanan dinas," kata Paskah. Ia menyebutkan, masalah tersebut akan dibahas dengan Panitia Anggaran DPR pada saat pembahasan anggaran belanja tambahan (ABT)normal tetapi tidak menyangkut perubahan asumsi makro. Ketika ditanya bagaimana kemungkinan meningkatkan penerimaan sehingga defisit bisa ditekan, Paskah mengatakan, paling gampang untuk menutup defisit itu adalah dengan menjual surat utang. "Bisa juga ditutup dengan peningkatan penerimaan pajak, peningkatan setoran deviden BUMN, dan lainnya tapi harus dilihat kondisinya apakah memungkinkan atau tidak. Sementara dari privatisasi tidak memungkinkan karena tidak mungkin mendapat persetujuan dari DPR," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006