Umbi kimpul mengandung senyawa bioaktif giosgenin dan polisakarida larut air. Ini bermanfaat untuk menurunkan berat badan bagi yang diet dan mencegah diabetesJakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) memperkenalkan talas Belitung atau yang dikenal dengan kimpul sebagai calon pengganti nasi dari beras yang cocok untuk penderita diabetes dan menu diet sebagai salah satu upaya diversifikasi pangan.
“Kimpul sendiri komoditas penghasil karbohidrat non beras dari golongan umbi-umbian, selain ubi kayu dan ubi jalar. Kimpul punya potensi sebagai pengganti nasi,” kata Inna Dwi Hidayah dari Direktorat Aneka Kacang dan Umbi Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian di Jakarta, Jumat.
Dalam 100 gram umbi kimpul terdapat kandungan protein 2,81 persen, lemak 0,08 persen, air 67,26 persen, abu 1,19 persen, karbohidrat 28,66 persen, pati 20,87 persen, serat kasar 0,56 persen, serat pangan larut air 1,31 persen, serat pangan tidak larut air 6,93 persen, polisakarida larut air 0,99 persen, dan giosgenin 0,00083 mg.
“Umbi kimpul mengandung senyawa bioaktif giosgenin dan polisakarida larut air. Ini bermanfaat untuk menurunkan berat badan bagi yang diet dan mencegah diabetes,” katanya.
Selain bisa menurunkan berat badan dan mencegah diabetes, kimpul juga bisa menstabilkan tekanan darah dan kolesterol, detoksifikasi dan sumber antioksidan tubuh, mencegah kanker, kesehatan otak dan mencegah stroke, kesehatan ibu hamil karena tinggi asam folat dan zat besi, meningkatkan imun tubuh, meningkatkan kesehatan kulit, serta mencegah kerutan, noda hitam dan tanda penuaan pada wajah.
Dari sisi budi daya, kimpul memiliki keunggulan karena lebih toleran terhadap kekeringan dibandingkan jenis talas lainnya.
“Tanaman kimpul mudah ditanam, sehingga layak untuk dikembangkan. Biasanya ditanam di lahan kering yang lembab, tapi tidak becek. Bisa hidup di lahan sawah,” kata Inna.
Produksi kimpul bisa mencapai 3,7 hingga 7,5 ton per hektare dan umumnya dipanen pada umur tanaman 5 hingga 9 bulan setelah tanam.
“Beberapa jenis kimpul dapat mulai dipanen dan memiliki produksi yang tinggi pada umur tujuh sampai delapan bulan,” katanya.
Pengembangan talas kimpul, lanjut Inna, berpotensi dilakukan di lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan atau tanaman kehutanan secara tumpang sari.
“Dengan naungan menghasilkan 75 persen produksi umbi lebih tinggi dibandingkan yang tanpa naungan,” katanya.
Akademisi dari Universitas Lampung Solihin mengatakan tanaman kimpul adalah tanaman yang bisa dimanfaatkan semua bagiannya, bukan hanya umbinya.
“Kimpul itu zero waste, semua bagian tanamannya bisa dimanfaatkan,” katanya.
Inna menambahkan, batang dan daun muda tanaman kimpul bisa digunakan sebagai sayuran, juga sebagai pakan ternak.
“Daun kimpul bisa dirajang-rajang, direbus, dicampur bekatul,” kata Inna.
Sentra produksi tanaman kimpul berada di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Papua Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Barat.
“Di Sumatera Barat, Papua, kimpul biasa digunakan untuk pengganti nasi. Sedangkan di Jawa Barat, Jawa Timur, sudah banyak dilakukan home industry. Dia memiliki nilai tambah, diolah menjadi produk olahan,” katanya.
Baca juga: Balitbangtan siap laksanakan standardisasi instrumen bahan baku pangan
Baca juga: Presiden Jokowi panen sorgum sebagai alternatif hadapi krisis pangan
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022