Di darat, In-ho (Song Kang-ho), seorang detektif polisi veteran bersama tim dan Pemerintah Korea Selatan berjuang mencegah serangan teroris. Pada akhirnya, dia menjadi sosok kunci mengatasi masalah walau harus mengorbankan dirinya.

Nyaris tak ada waktu menghirup napas lega selama menyaksikan film yang mendapatkan pemutaran khusus di Festival Film Cannes pada tahun lalu itu. Lepas satu ketegangan, ketegangan lain akan hadir.

Sutradara Han Jae-rim juga mengaduk-aduk emosi penonton antara lain saat Hyeon-soo dalam kondisi kritis dan kisah pertemannya dengan Jae-hyuk, mantan pilot yang mengalami aviaphobia, terkuak.

Pertanyaan seputar apakah pesawat dapat mendarat di tujuan dan apakah semua penumpang selamat, termasuk mereka yang terinfeksi virus akan mengemuka dan terjawab seiring waktu.

Penonton mungkin akan dibuat geram melihat respon pemerintah dan pilihan dilematis dalam menangani bencana penerbangan hanya gara-gara satu orang. Mungkin akan muncul dalam benak, apakah respons serupa dimunculkan Pemerintah Indonesia saat menghadapi situasi serupa di dunia nyata?

Baca juga: Film "Decision to Leave" akan wakili Korea Selatan di Oscar 2023

Dalam sebuah konferensi pers di Seoul beberapa waktu lalu, sutradara sekaligus penulis Han Jae-rim mengaku bermaksud membuat menjadi film tentang orang-orang yang memerangi bencana. Dia menerima tawaran membuat film ini sekitar 10 tahun yang lalu.

Ide muncul usai pria yang berpartisipasi dalam film “The King” (2017) dan “The Face Reader” (2013) itu mengingat berbagai bencana yang melanda Korea Selatan selama 10 tahun terakhir.

Melalui “Emergency Declaration” dia berupaya menjelaskan bagaimana orang melawan bencana dan emosi mereka untuk mengatasi atau menderita ketakutan. Dia berharap penonton tidak hanya menyaksikan filmnya semata sebagai hiburan.

Kemudian, mengomentari para aktor ternama termasuk Song Kang-ho, Jeon Do-yeon, Lee Byung-hun, Kim Nam-gil, Im Si-wan yang terlibat, Han Jae-rim awalnya mengaku tak percaya. Menurut dia, para aktor ini mengambil peran utama dalam film-film beranggaran besar lainnya.

"Jadi, saya tidak percaya orang-orang itu berpartisipasi di film saya dan terus merasa bingung saat merekamnya. Saya bingung apakah saya sedang syuting satu film atau tujuh film sekaligus. Saya merasa terhormat dan menghargainya,” kata dia seperti dikutip dari Yonhap.

Baca juga: Film "Limit" kisahkan misi Lee Jung-hyun selamatkan anak yang diculik

Dia mengaku terkesan melihat adegan setelah syuting dan penampilan para aktor. Menurut dia, terlepas dari elemen genre, film ini karyanya ini mengungkapkan pemikiran tentang keluarga, tetangga, dan komunitas, yang biasanya terabaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Aktor Lee Byung-hun mengatakan tertarik dengan naskah film bukan hanya karena soal ketegangan dan menarik sebagai film bergenre bencana tetapi juga dapat menuntun pemikiran.

Sementara itu, Song Kang-ho mengaku ingin berpartisipasi dalam film walaupun saat itu belum memasuki masa pandemi COVID-19. Menurut dia, film ini tentang orang-orang yang melewati bencana dengan cara yang dewasa.

Secara umum, penonton tak perlu berusaha keras memahami keseluruhan cerita karena plot dibuat amat jelas sehingga cenderung dapat diprediksi. Unsur sadisme memang hadir dalam beberapa adegan, cukup membuat penonton bergidik. Apalagi adegan ini dilakukan Im Siwan yang sebelumnya berpartisipasi dalam sejumlah film dan drama televisi antara lain “The Mercilles” (2017), “Strangers From Hell” (2019) dan “Misaeng” (2013).

Baca juga: Joo Won naikkan berat badan 7 kg hingga diet demi film "Carter"

Baca juga: "Alienoid": Intensitas plot, aksi, dan komedi dalam satu layar

Baca juga: Sekuel "The Roundup" mulai masuk dapur produksi

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022