Pekanbaru (ANTARA) - Sejak alih kelola Wilayah Kerja Rokan Agustus 2021 hingga Juni 2022, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tercatat telah menyumbangkan penerimaan negara sebesar total Rp30 triliun melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pembayaran pajak-pajak.
"Pertamina berkomitmen terus mengoptimalkan kontribusi dari WK Rokan karena inilah wujud kecintaan dan kebanggaan seluruh pekerja kami kepada bangsa dan negara," tegas Dirut PHR Jaffee A Suardin melalui pernyataannya yang diterima di Pekanbaru, Rabu.
PHR juga turut menjadi lokomotif perekonomian nasional dan daerah melalui manfaat berganda (multiplier effect) dari kegiatan usaha hulu migas yang dijalankan. Di antaranya, penciptaan lapangan kerja dan peluang bisnis bagi pengusaha lokal yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Operasional di WK Rokan saat ini didukung lebih dari 25.000 pekerja, baik itu pegawai PHR maupun pegawai mitra kerja, dimana sebagian besar di antaranya merupakan warga lokal Riau. Dalam mendukung kegiatan operasinya, PHR bekerja sama dengan sekitar 560 perusahaan mitra kerja, dimana lebih dari 60 persen di antaranya merupakan mitra usaha lokal Riau.
Selain itu, terdapat juga 264 kontrak usaha lokal tempatan melalui program binaan Local Business Development untuk skala usaha kecil/koperasi.
Selain itu, PHR terus berupaya meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sudah mencapai lebih dari 60 persen. Peningkatan TKDN akan turut memperkuat kapasitas industri nasional.
Baca juga: Pertamina Hulu Rokan Zona 4 dorong vendor lokal naik kelas
Sejak hari pertama alih kelola, PHR menerapkan rencana kerja yang masif dan agresif sehingga berhasil meningkatkan produksi. Salah satu WK migas terbesar di tanah air ini melakukan berbagai terobosan agar target pengeboran sumur baru dapat tercapai, di antaranya, melakukan beberapa kegiatan secara paralel (offline activity), meningkatkan keandalan peralatan pengeboran, dan menyusun perencanaan yang matang dalam pemenuhan sumber daya pendukung agar menghindari terjadinya waktu menunggu servis atau material.
Hasilnya, PHR berhasil memperpendek waktu pengeboran hingga produksi awal atau put on production (POP). Dari sebelumnya sekitar 22 hingga 30 hari, kini menjadi sekitar 15 hari untuk area operasi Sumatra Light Oil (SLO) atau sumur-sumur penghasil jenis minyak ringan. Sedangkan untuk area operasi Heavy Oil (HO), berhasil diperpendek dari sekitar 35 hingga 40 hari, kini menjadi sekitar 15 hari juga.
"Berbagai upaya terobosan itu sejalan dengan semangat Pertamina untuk meningkatkan produktivitas dengan cara-cara yang efisien," tutup Jaffee.
Baca juga: Pertamina serahkan rencana pengembangan sumur ke SKK Migas
Pewarta: Bayu Agustari Adha/Vera Lusiana
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022