Lebak (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Banten fokus dan komitmen untuk menangani percepatan stunting atau kekerdilan anak akibat gagal tumbuh, karena kekurangan asupan gizi dan pola asuh salah.

"Kita bekerja keras bersama pemerintah daerah setempat untuk mempercepat penanganan stunting," kata Sekretaris BKKBN Provinsi Banten Dodi Ganda Putra saat membuka "Orientasi Pendamping Keluarga di Lebak, Senin.

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 kasus stunting di Provinsi Banten tidak masuk ke dalam tujuh provinsi terbesar, namun secara absolut masuk ke dalam empat besar di Pulau Jawa.

Saat ini, angka stunting di Provinsi Banten mencapai 294.862 jiwa atau 24,5 persen dari 1.043.657 anak bawah lima tahun ( balita).

Baca juga: Kalbe bantu turunkan "stunting" di Banten

Baca juga: Tangerang berencana membuat pusat penanganan stunting di rumah sakit

Pemerintah Provinsi Banten sesuai harapan Presiden Joko Widodo harus mampu menekan angka stunting 14 persen tahun 2024.

Karena itu, penanganan percepatan stunting tentu melibatkan semua pihak untuk berperan aktif di antaranya 30 persen sektor kesehatan dan 70 persen sektor lainnya.

Seperti sektor pangan, pertanian, pemukiman, agama, ekonomi, pendidikan dan pembangunan keluarga yang menjadi tugas BKKBN dengan konsep pola asuh orang tua yang mampu mencegah stunting melalui penerapan 1000 hari pertama kehidupan.

"Kita optimistis mampu menekan stunting hingga 14 persen sampai 2024 dengan melibatkan semua sektor itu," kata Dodi.

Menurut dia, kasus prevalensi stunting di Provinsi Banten terjadi kenaikan di tiga kabupaten dan kota, seperti Kabupaten Pandeglang sebelumnya 33 persen menjadi 37,8 persen, Kabupaten Tangerang yang semula 18 persen menjadi 23,3 persen dan Kota Tangerang Selatan dari 16 persen menjadi 19,9 persen.

Sedangkan, empat daerah lainnya angka prevalensi stunting mengalami penurunan di Kota Tangerang 15,3 persen, Kota Cilegon 20,6 persen,

Kabupaten Serang 27, 2 persen dan Kota Serang 24,3 persen. Untuk Kabupaten Lebak tidak mengalami perubahan yakni 27,3 persen dan angka ini menunjukkan dari 100 balita yang ada di daerah itu sekitar 27 balita lebih stunting.

Kasus stunting di Kabupaten Lebak tertinggi kedua setelah Kabupaten Pandeglang sebanyak 37,8 persen, sehingga angka stunting secara regional di Banten sebesar 24,5 persen.

Dengan demikian, Pemprov Banten melakukan upaya penanganan pencegahan stunting dengan melalui intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif.

Selain itu juga melakukan penyediaan rumah sehat dengan memiliki pasokan air bersih juga jamban keluarga dan pelayanan pos gizi terpadu serta intervensi terhadap ibu hamil hingga melahirkan anak.

"Kami juga dalam percepatan penanganan stunting berbasis keluarga dengan membentuk kader tim pendamping keluarga (TPK) sebanyak 8.136 tim terdiri dari bidan, kader PKK dan kader IMP," katanya.

Sementara itu, Ketua Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS) Kabupaten Lebak Ade Sumardi mengatakan pihaknya kini bekerja keras untuk penanganan dan pencegahan kasus stunting untuk menyelamatkan generasi bangsa dengan kolaborasi melibatkan semua instansi sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.

Selain itu TPPS juga mengoptimalkan sosialisasi tentang delapan konvergensi, antara lain analisis situasi, rencana kegiatan, rembuk stunting, Perbup/Perwali Kewenangan Desa, Pembinaan Kader Pembangunan Masyarakat, manajemen data, pengukuran dan publikasi stunting, dan review.

Delapan konvergensi itu dijadikan acuan dasar untuk pengalokasian anggaran untuk penanganan stunting.

"Kami menangani stunting itu melibatkan semua pihak dan tidak bisa ditangani oleh pemerintah daerah sendiri," kata Ade.*

Baca juga: BKKBN turunkan ribuan pendamping atasi 'stunting' di Banten

Baca juga: 6.495 anak balita di Lebak teridentifikasi kerdil

Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022