Surabaya (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Faisal Basri berpendapat, maraknya aksi anti asing yang muncul di sejumlah proyek pertambangan dengan investor luar negeri karena otonomi daerah belum bejalan sesuai harapan. "Meski di daerah mereka ada proyek tapi uangnya masih saja di pusat," katanya saat tampil sebagai pembicara dalam Forum Silaturahmi Anggota Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) dan Komunitas Pasar Modal Jatim, di Surabaya, Jumat. Dalam acara bertajuk "Menilik Potensi Investasi Jatim Tahun 2006" staf pengajar Universitas Indonesia itu menduga, aksi tersebut muncul karena Pemda atau masyarakat setempat merasa tidak memperoleh manfaat atas keberadaan proyek di daerahnya. Berdasarkan data, katanya, Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima daerah relatif kecil dibandingkan sebelumnya, kendati anggaran belanja lebih besar. "Itu pun dananya mengalir dari pusat," ujarnya. Karena itu, ia berharap pemerintah bisa lebih peka mengantisipasi hal tersebut, sehingga tidak merembet ke sektor-sektor lain, diantaranya sektor perkebunan. Selain hal tersebut, dalam acara yang dihadiri sekitar seratus pelaku pasar modal di Jatim itu, Faisal Basri yang juga salah satu anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tersebut juga mengupas tentang berbagai perkembangan ekonomi makro dalam negeri saat ini dan proyeksi kedepan. Menurut dia, perbaikan-perbaikan ekonomi makro yang terjadi belakangan ini tetap perlu diwaspadai, karena antara Suku Bunga Bank Indonesia (SBI) dan tingkat inflasi masih ada ketimpangan. "Segala sesuatu masih bisa terjadi. Tapi, kalau tingkat inflasi dibawah SBI, maka kondisinya akan cukup aman," ucapnya. Namun dia optimistis perekonomian Indonesia pada 2006 akan tumbuh tidak kurang dari 5 persen jika perombakan kabinet diikuti dengan koreksi-koreksi kinerjanya, termasuk koreksi kinerja perpajakan dan bea cukai. Pada kesempatan itu, ia juga mengungkapkan bahwa perkembangan yang terjadi di Bursa Efek Jakarta (BEJ) bukanlan cerminan perekonomian secara nasional, karena tidak seluruh kebutuhan masyarakat terwakili dalam bursa.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006