Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia berubah bervariasi pada perdagangan Senin pagi, setelah bank sentral China memangkas suku bunga pinjaman utama karena sejumlah data ekonomi meleset dari perkiraan, menggarisbawahi perlunya lebih banyak stimulus untuk mendukung ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Penjualan ritel dan produksi industri keduanya naik kurang dari yang diharapkan pada Juli, menambah data mengecewakan pada pinjaman baru bank.
Pemotongan suku bunga membantu meredam sedikit pukulan dan indeks saham-saham unggulan China CSI300 naik tipis 0,1 persen, sementara yuan dan imbal hasil obligasi tergelincir.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang datar, setelah meningkat 0,9 persen minggu lalu.
Nikkei Jepang naik 1,0 persen meskipun data menunjukkan ekonomi tumbuh 2,2 persen secara tahunan pada kuartal kedua, sedikit di bawah perkiraan.
Investor tetap cemas untuk melihat apakah Wall Street dapat mempertahankan relinya, karena harapan inflasi AS telah mencapai puncaknya akan diuji oleh kemungkinan komentar hawkish dari Federal Reserve minggu ini.
"Risalah FOMC pada Rabu (17/7) akan memperkuat nada hawkish dari pembicara Fed baru-baru ini yang belum selesai tentang suku bunga dan inflasi," Tapas Strickland, direktur ekonomi di NAB memperingatkan.
Pasar masih menyiratkan sekitar 50 persen kemungkinan The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada September dan bahwa suku bunga akan naik menjadi sekitar 3,50-3,75 persen pada akhir tahun.
Harapan untuk soft landing ekonomi yang lemah juga akan mendapatkan pemeriksaan kesehatan dari data penjualan ritel AS yang diperkirakan akan menunjukkan perlambatan tajam dalam pengeluaran pada Juli.
Ada juga pendapatan risiko dari pengecer besar, termasuk Walmart dan Target, dapat dikaitkan dengan peringatan tentang penurunan permintaan.
Risiko geopolitik tetap tinggi dengan delegasi anggota parlemen AS berada di Taiwan untuk perjalanan dua hari.
EUROSTOXX 50 berjangka bertambah 0,5 persen dan FTSE berjangka naik 0,4 persen. S&P 500 berjangka dan Nasdaq berjangka keduanya turun sekitar 0,2 persen setelah kenaikan minggu lalu.
Indeks S&P hampir 17 persen di atas posisi terendah pertengahan Juni dan hanya 11 persen dari tertinggi sepanjang masa di tengah taruhan inflasi terburuk telah lewat, setidaknya di Amerika Serikat.
"Indikator utama yang kami amati memberikan dukungan untuk moderasi dengan berkurangnya tekanan pasokan, melemahnya permintaan, runtuhnya pasokan uang, penurunan harga dan turunnya ekspektasi," kata analis di BofA.
"Komponen penting inflasi utama, termasuk makanan dan energi juga berada pada titik belok. Baik Wall Street maupun Main Street sekarang memperkirakan inflasi akan moderat."
Pasar obligasi tampaknya masih meragukan The Fed dapat melakukan soft landing, dengan kurva imbal hasil masih sangat terbalik. Imbal hasil dua tahun di 3,26 persen adalah 42 basis poin di atas obligasi 10-tahun.
Imbal hasil tersebut telah mendukung dolar AS, meskipun greenback tergelincir 0,8 persen terhadap sekeranjang mata uang minggu lalu karena sentimen risiko membaik.
Euro bertahan di 1,0249 dolar, setelah melambung 0,8 persen minggu lalu, meskipun menjauh dari resistensi di sekitar 1,0368 dolar. Terhadap yen, dolar stabil di 133,33 setelah turun satu persen minggu lalu.
"Perasaan kami tetap bahwa reli dolar akan berlanjut sebelum terlalu lama," kata Jonas Goltermann, ekonom senior di Capital Economics.
"Butuh lebih banyak kabar baik tentang inflasi sebelum Fed mengubah taktik. Risalah dari pertemuan FOMC terakhir dan konferensi Jackson Hole mungkin mendorong kembali lebih jauh terhadap gagasan bahwa Fed 'berputar'."
Mundurnya dolar memberikan sesuatu penangguhan hukuman untuk emas yang naik pada 1.797 dolar AS per ounce, setelah naik 1,0 persen minggu lalu.
Harga minyak turun karena data mengecewakan China menambah kekhawatiran tentang permintaan global untuk bahan bakar. Pedagang juga berhati-hati jika ada kemajuan dalam kemungkinan kesepakatan nuklir yang ditengahi Eropa dengan Iran.
Brent tergelincir 45 sen menjadi diperdagangkan di 97,70 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS turun 48 sen menjadi diperdagangkan di 91,61 dolar AS per barel.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022