kenaikan tingkat positif di Indonesia dalam lima pekan terakhir, dari 5,12 persen menjadi 10,05 persen atau naik hampir dua kali lipat

Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 meminta seluruh kepala daerah kembali mengintensifkan pengawasan kedisiplinan protokol kesehatan (prokes), terutama di tempat umum dan pemukiman warga.

Dilansir dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat malam, Juru Bicara Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan pengawasan tersebut dilatarbelakangi kenaikan tingkat positif di Indonesia dalam lima pekan terakhir, dari 5,12 persen menjadi 10,05 persen atau naik hampir dua kali lipat.

“Jika dibandingkan dengan saat puncak Omicron lalu, dalam lima pekan kenaikan hampir 17 persen. Sedangkan saat puncak delta lalu kenaikan 9 persen," katanya.

Menurut Wiku, kenaikan tingkat positif kali ini masih lebih rendah dibanding saat puncak Omicron dan Delta. Tapi, tetap perlu diwaspadai karena tingkat positif sudah di atas 10 persen.

Baca juga: PPDN 6-17 tahun tak perlu testing asal telah divaksinasi dosis dua

Menurut Wiku, angka tingkat positif ini merefleksikan kenaikan kasus positif di tengah masyarakat. Jumlah kelurahan/desa yang dipantau dalam 1 bulan terakhir mulai terlihat naik meski angka masih belum signifikan.

Dari total 80 ribu desa dan kelurahan di Indonesia, kata Wiku, di pekan ini hanya 2 ribu (2,5 persen) yang dipantau kedisiplinan protokol kesehatannya.

Wiku mengatakan perlu ada penyesuaian strategi vaksinasi COVID-19, yaitu mempercepat pemerataan cakupan vaksinasi dosis terlengkap agar mencapai kekebalan optimal.

“Saat ini, tugas kita bukan sekadar memastikan diri sendiri sudah divaksinasi lengkap namun juga orang di sekitar kita. Karena tujuan utama kita adalah membentuk kekebalan kolektif bukan individual,” ujarnya.

Baca juga: Satgas COVID-19 catat peningkatan angka positif sebanyak 5.532 kasus

Sementara itu, Kementerian Kesehatan telah mengumumkan hasil serologi survei ketiga yang dilakukan secara nasional pada 100 kabupaten/kota terpilih yang sama dengan sampel yang dilakukan akhir tahun lalu.

Menurut Wiku, kegiatan itu dilakukan untuk melihat progres peningkatan antibodi pada individu yang sama sehingga efektivitas
penambahan dosis vaksin lebih jelas terlihat.

“Khususnya karena dalam rentang waktu satu tahun itu, ada banyak program
pengendalian COVID-19 lainnya, salah satunya pemberian vaksin booster dosis pertama untuk masyarakat umum,” katanya.

Menurut Wiku, dari hasil tersebut ditemukan fakta bahwa kekebalan komunitas pada sampel yang diambil meningkat mencapai 98,5 persen.

Dari situ diasumsikan kekebalan komunitas secara nasional rata-rata pun meningkat. Peningkatan ini terjadi karena riwayat vaksinasi atau infeksi sebelumnya.

Baca juga: Satgas COVID-19 sebut 57,98 juta warga RI terima vaksinasi penguat

Dalam studi ini juga ditemukan bahwa semakin lengkap dosis vaksin yang diterima maka semakin tinggi kadar antibodi atau kekebalan yang dimiliki seseorang.

“Namun nyatanya secara data cakupan vaksinasi booster belum meningkat signifikan dibanding laju vaksinasi dosis pertama dan kedua terhitung dari suntikan pertama dosis pertama secara nasional,” ujarnya.

Untuk membentuk dan mempertahankan kadar antibodi efektif mencegah infeksi, kata Wiku, pemberian dosis vaksin lanjutan harus tepat waktu, khususnya booster yaitu enam enam bulan usai penyuntikan dosis kedua.

Baca juga: 58,22 juta penduduk Indonesia telah mendapat vaksin COVID-19 booster

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022