Los Angeles (ANTARA News) - Dengan dukungan terhadap perang George W. Bush berada dalam level terendah, beberapa nama besar di Hollywood kini menggarap film yang boleh jadi akan kian meningkatkan kecaman terhadap Bush. Pada bulan lalu, tiga sutradara Hollywood yang paling dihormati telah mengumumkan proyek yang diangkat langsung dari pengalaman beberapa tentara AS di Irak. Ron Howard, sutradara peraih Oscar yang telah mengarahkan beberapa film, seperti "A Beautiful Mind," "Cinderella Man," Apollo 13" dan "The Da Vinci Code", mengumumkan pada pekan ini bahwa dirinya akan menyutradarai "Last Man Home". Dengan cerita berlatar belakang suasana beberapa hari sebelum dimulainya perang skala penuh pada 2003, film itu akan menceritakan kisah pengiriman secara rahasia sebuah unit militer dalam operasi pencarian seorang tentara yang pergi ke Irak untuk melakukan pencarian atas kakaknya yang hilang ketika bertempur dalam Perang Teluk pertama. Paul Haggis, yang filmnya "Crash" meraih film terbaik pada Academy Award awal bulan ini, sedang merencanakan sebuah film berdasarkan memoar laris, "Against All Enemies". Buku karya mantan tokoh anti-terorisme Richard Clarke itu menyoroti bagaimana obsesi Bush dan para pemimpin pemerintahan lainnya dengan menyerbu Irak menyebabkan mereka tak mengindahkan berbagai peringatan tentang serangan teror Al-Qaeda menjelang 11 September 2001, dan kemudian melakukan secara sembrono daya upaya untuk menangkap Osama bin Laden dan menghancurkan gerakannya. Sutradara dengan nama besar dan juga peraih Oscar lainnya, Sir Ridley Scott, sedang bersiap-siap untuk membuat film tentang keruwetan di Timur Tengah. Sutradara berusia 68 tahun itu, yang menyabet Oscar untuk film "Gladiator" dan film fiksi-ilmiah "Blade Runner", akan mengarahkan adaptasi thriller "Penetration", yang menuturkan kisah tentang seorang mata-mata CIA yang dikirim ke Jordania untuk menemukan seorang pimpinan kelompok teror. Sementara itu, Kimberley Pierce, yang menyutradarai aktris peraih Oscar Hillary Swank dalam film "Boys Don`t Cry," akan memulai shooting "Stop Loss," tentang seorang serdadu AS asal Texas yang menolak kembali dan berperang di Irak. Irwin Winkler, seorang produser kawakan yang telah menghasilkan beberapa film, seperti "Raging Bull" dan "Rocky," sedang menyiapkan proyek yang disebut "Home of the Brave," yang akan menampilkan Samuel L. Jackson sebagai seorang tentara yang berjuang untuk menyesuaikan diri kembali untuk hidup di Amerika setelah tugas yang lama di Irak. Aktor Harrison Ford akan memulai pekerjaan pada "Battle of Fallujah", sebuah film Paramount Picture yang diangkat dari buku mendatang "No True Glory" karya Bing West, mantan marinir dan Asisten Menteri Pertahanan AS yang meliput pertempuran sebagai seorang koresponden asing. Belum pernah terjadi Industri hiburan AS juga mengarahkan perhatiannya pada serangan 11 September 2002 dan skenario teror lainnya. Oliver Stone akan merilis film berjudul "World Trade Center," yang dibintangi Nicholas Cage sebagai seorang polisi yang terperangkap di bawah reruntuhan bangunan menara kembar WTC, sedangkan sutradara Michael Mann telah memilih aktor peraih Oscar Jamie Foxx untuk film "The Kingdom" tentang daya upaya para penyidik untuk menemukan mereka yang bertanggung jawab atas serangan pada penduduk sipil AS di sebuah negara Timur Tengah. Robert Thompson, seorang mahaguru budaya pop di Syracuse University, menyatakan kesediaan Hollywood membuat film-film tentang perang yang sedang berlangsung belum pernah terjadi sebelumnya. "Semasa Perang Vietnam hanya ada satu rilis penting Hollywood -- John Wayne dalam "The Green Berrets," katanya, seperti dikutip DPA. "Kini ada pengertian yang sesungguhnya di mana dunia hiburan kita mulai memanfaatkan dengan sebaik-baiknya kesetaraan budaya yang dibangun pada siklus berita -- itu berlangsung dengan apapun." Bukan kebetulan Thompson menjelaskan bahwa bukan hal yang kebetulan gelombang ini muncul ketika pendapat umum telah berubah secara menentukan terhadap perang. Pada masa lalu mass media merasa takut menyoroti perang karena kuatir dicap sebagai tidak patriotik. "Itu tentu saja telah berubah. Dengan tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden pada tingkat terendah, yakni 36 persen, tiba-tiba film yang menentang perang itu secara demografis menyuarakan gagasan itu," katanya. Mengingat sikap Hollywood yang terkenal liberal, ada sedikit perkiraan bahwa film-fulm ini akan bersikap simpatik terhadap pandangan Bush terhadap konflik itu. Namun belum dapat dipastikan apa dampak film-film ini untuk menggerakkan pendapat umum lebih jauh lagi atas perang tersebut. "Apakah film-film ini berpengaruh atau tidak tergantung pada film itu sendiri. Jika film itu menuturkan kisah yang memiliki daya gugah, film akan mempunyai pengaruh yang luar biasa pada pendapat umum," kata Thompson. (*)

Copyright © ANTARA 2006