Pembayaran obligasi rekap eks BLBI sudah dibayarkan selama 23 tahun sejak 1999 sekitar Rp50 triliun per tahun, yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Sejak dahulu saya menyerukan untuk memberhentikan pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI, karena ini anggaran yang tidak produktif,” ujar Hardjuno dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat.
Karena itu ia berharap anggaran tersebut nantinya bisa dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, seperti salah satunya yang sudah digelontorkan pemerintah melalui subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp500 triliun.
Baca juga: Pengamat dorong Satgas BLBI berdialog dengan obligor
Dengan adanya pembayaran sekitar Rp50 triliun per tahun, ia menyebutkan total pembayaran obligasi rekap BLBI berpotensi mencapai Rp4.000 triliun hingga 2043, jumlah yang sangat fantastis jika dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia di tengah situasi yang sulit seperti sekarang.
Saat ini ekonomi Indonesia masih dibayangi oleh situasi ketidakpastian. Belum lagi 800 juta jiwa penduduk dunia terancam kelaparan karena krisis yang terjadi.
Selain itu Hardjuno mengungkapkan hampir semua negara berada dalam tekanan keuangan hebat di tengah memanasnya geopolitik, perubahan iklim, dan kenaikan inflasi di tengah perlambatan ekonomi.
“Harga barang naik, tetapi pendapatan masyarakat menurun. Ini situasi berat sekali," tuturnya.
Ia berharap permasalahan BLBI segera dituntaskan agar tidak menjadi catatan sejarah yang buruk bagi generasi mendatang, salah satunya dengan menghentikan pembayaran bunga subsidi obligasi rekap eks BLBI.
Baca juga: Pengamat minta Satgas BLBI harus pastikan semua langkah
Baca juga: Pansus BLBI DPD RI akan kembali panggil Anthony Salim
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022