Surabaya (ANTARA News) - Pakar psikologi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Hanafi Moeljohardjono, SpKj menegaskan bahwa mengaitkan fenomena kesurupan massal dengan kemungkinan adanya operasi intelijen untuk tujuan tertentu adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan. "Saya kira itu terlalu dibesar-besarkan. Menurut saya, munculnya kesurupan massal atau histeria massal itu juga ikut dipengaruhi oleh tayangan-tayangan tahayul di hampir seluruh stasiun televisi saat ini," katanya menjawab pertanyaan ANTARA di Surabaya, Jumat. Menurut dia, karena tayangan di televisi itu yang sering muncul adalah tayangan-tayangan yang tahayul, maka yang tampil dalam pikiran alam bawah sadar masyarakat adalah hal-hal yang tahayul. Ia mengemukakan biasanya orang yang terserang kesurupan itu adalah mereka yang kondisi kejiwaannya lemah dan sedang menghadapi tekanan, sehingga kesadarannya menurun. Pada saat kesadaran menurun itu, maka yang muncul dalam pikirannya adalah konsep-konsep yang sedang berkembang di masyarakat. "Sekarang konsep yang sedang berkembang di lingkungan masyarakat kita kan yang tahayul seperti itu. Itu karena yang sering mereka tonton adalah tayangan-tayangan yang berbau tahayul di televisi," katanya. Dikatakannya selain berkaitan dengan konsep yang berkembang di masyarakat, tekanan ekonomi dan pekerjaan serta beban yang dihadapi anak-anak di sekolah juga ikut mempengaruhi fenomena tersebut Khusus untuk anak sekolah, katanya, saat ini mereka memang memiliki beban yang lebih berat dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Mereka dihadapkan pada kenyataan beban pelajaran yang berat dan sulitnya mendapatkan lowongan pekerjaan di saat mereka sudah lulus. "Kalau jaman saya sekolah dulu kan setelah SMP atau SMA pinginnya langsung bekerja dan bisa, tapi sekarang, anak-anak itu bingung mau kemana. Sudah belajarnya sulit, masa depannya masih bingung mau kemana," katanya. Ia mengemukakan saat ini Fakultas Psikologi Unair bekerjasama dengan RSU Dr Soetomo Surabaya membentuk satgas penanggulan histeria massal dengan menyusun prosedur-prosedur penanganan terhadap orang-orang yang mengalami serangan tersebut. "Tapi satgas ini sifatnya tidak proaktif. Kami akan bergerak kalau memang dibutuhkan, seperti memberikan penyuluhan, termasuk menyebarkan brosur mengenai penanganan terhadap mereka yang mengalami histeria massal itu," ujarnya. Ia juga menolak anggapan bahwa histeri massal itu karena adanya makhluk halus di sekitar lokasi korban berada. "Sebagai seorang Muslim, saya percaya adanya makhluk lain selain manusia, tapi tugas manusia adalah mengatur dan mengelola dunia ini, bukan kita yang dikelola," ujarnya. Ia juga meminta dinas pendidikan dan sekolah untuk lebih meningkatkan peran pendidikan agama di sekolah serta lebih menintensifkan hubungan psikologis yang dekat antara para guru dengan anak didiknya. (*)
Copyright © ANTARA 2006