Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan manfaat konkret bantuan dari Jepang, karena pada kenyataannya sekitar 80 persen bantuan itu kembali lagi ke negara tersebut. Ketua Fraksi PDIP DPR, Tjahjo Kumolo ketika dihubungi dari Yogyakarta, Jumat, menilai posisi Indonesia dalam setiap proyek, misalnya infrastrukur, terkesan hanya sekedar pendamping saja. "Semuanya pihak Jepang yang menikmati, ini tidak `fair` dan tidak ada manfaatnya bagi Indonesia," katanya. Ia mengatakan bantuan yang rencananya berjumlah satu miliar dolar AS, namun hanya 700 juta dolar AS yang disetujui, sebaiknya dipertimbangkan oleh Bappenas, ditolak atau dikembalikan saja, karena niat Jepang pada dasarnya mencari untung sendiri. Tjahjo berharap bantuan yang sifatnya hanya menguntungkan negara pemberi pinjaman harus dipertimbangkan dulu asas manfaatnya, jangan mudah menerima begitu saja. Menyinggung soal dana pendidikan terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Tjahjo mengemukakan Fraksi PDIP mendukung sepenuhnya keputusan itu, dan melalui panitia anggaran akan mendorong pemerintah agar mengalokasikan dana pendidikan 20 persen. "Knsekuensi dari keputusan MK adalah mewajibkan pemerintah dan DPR untuk mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen dalam APBN tahun 2006," ujarnya. Dia menambahkan Fraksi PDIP akan berusaha mengikat pemerintah agar melaksanakan komitmennya dalam bidang pendidikan. Pemerintah sekarang harus melanjutkan kebijakan pemerintah yang lalu khususnya dalam peningkatan kesejahteraan guru dan bidang pendidikan. "Fraksi PDIP memiliki komitmen tinggi soal anggaran pendidikan dan upaya menuntaskan wajib belajar sembilan tahun," ujarnya. Tjahjo mengharapkan pemerintah tetap peduli pada bidang pendidikan, misalnya wajib belajar sembilan tahun dan tingkat kesejahteraan para guru. "Karena faktor tersebut sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006