Jakarta (ANTARA News) - Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) MS Hidayat memperkirakan Indonesia berpeluang melakukan ekspor senilai satu miliar Dolar AS dari rencana AS melakukan pembatasan atas ekspor semua produk Cina dengan penerapan bea masuk tambahan sebesar 27 persen. "Itu kalau kita bisa menggantikan peranan mereka yang akan kena penalti (Cina dan Vietnam), tapi itu butuh pembenahan di kita sendiri karena perusahaan di Indonesia harus bisa bekerja di `cost struktur` yang lebih kompetitif, kalau harus berproduksi dengan tingkat bunga bank seperti sekarang," kata MS Hidayat, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, merupakan tugas pemerintah untuk membuat pengusaha menjadi lebih kompetitif sehingga bisa memanfaatkan peluang tersebut. Sementara ini, Cina mengalami surplus atas perdagangan dengan AS sebesar 200 miliar Dolar AS. Pada awal April 2006, beberapa perwakilan Kadin yang dipimpin Ketua Komite AS Kadin, Sofjan Wanandi akan bergabung dengan pejabat senior RI yang dipimpin Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu untuk melakukan diskusi putaran pertama yang diselenggarakan US-Indonesia Trade and Facilitation Agreement (TIFA) di Washington DC. "Saya meminta agar ketika kembali mereka juga menghasilkan transaksi dagang," katanya. Sofjan Wanandi mengatakan kunjungan ke AS tersebut akan membicarakan mengenai masalah ekspor produk Indonesia ke AS seperti udang, kertas, dan tekstil. "Kita juga akan membahas pembentukan Free Trade Area dengan AS," katanya. Menurut dia, selain Washington, tim Indonesia juga akan mengunjungi New York dan Chicago. "Di setiap kota akan ada seminar untuk menjelaskan mengenai berbagai perubahan aturan investasi dan insentif investasi di Indonesia. Di Chicago, kami akan bertemu dengan 100 perusahaan pembeli AS seperti Wallmart, mudah-mudahan terjadi transaksi," katanya. Dalam delegasi resmi RI, kata Sofjan, akan terdiri dari pejabat senior Ditjen Pajak, Bea Cukai, dan dari Kantor Menteri Koordinator Perekonomian. Sementara itu, Duta Besar USINDO, Alphonse Al Laporta mengatakan bahwa semua sektor di Indonesia layak untuk dilakukan investasi. "Tidak ada satu sektor pun yang saya pikir perusahaan AS tidak tertarik menanamkan modalnya. Bukan hanya sektor manufaktur, barang konsumsi, tapi juga jasa, broadcasting, komunikasi, komputer, juga industri berbasis sumber daya alam. Semua sektor layak diperhatikan," katanya Laporta. Ketua Bersama (Co Chairman) Masyarakat Amerika Serikat-Indonesia (The United States-Indonesia Society/USINDO), Ed Master mengatakan bahwa pengusaha AS tidak hanya tertarik untuk berinvestasi dalam sektor yang padat modal saja namun juga sektor padat karya. "Kami ingin melihat lebih banyak investasi dalam bidang yang padat karya," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006