Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menargetkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mengalami penurunan guna memaknai Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-77 Republik Indonesia (RI).
“Sebetulnya capaian yang akan kita capai dalam waktu dekat itu adalah bagaimana angka melahirkan pada usia 15-19 tahun itu harus turun,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA di Jakarta, Kamis.
Hasto menuturkan bahwa angka kesuburan total (Total Fertility Rate/TFR) yakni jumlah anak yang dimiliki dalam keluarga, sangat berkolerasi erat dengan terjadinya kematian pada ibu. Potensi terjadinya kematian juga semakin besar, bila anak perempuan menikah dan hamil pada usia di bawah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
Baca juga: BKKBN: Imbangi gizi anak dengan pola asuh dan kasih sayang
Hasil data dari Supas tahun 2015 menunjukkan angka kematian ibu di Indonesia telah menyentuh 305 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Walaupun demikian, Pendataan Keluarga Tahun 2021 (PK21) menyebut jika TFR sudah menyentuh 2,24.
"Dengan demikian, jumlah anak yang dilahirkan dapat dikendalikan karena satu keluarga rata-rata kini hanya melahirkan sebanyak dua atau tiga anak saja," katanya.
Selain berfokus menurunkan TFR yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kematian ibu, Hasto turut menekankan apabila “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat” harus diartikan sebagai waktu untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, karena kehamilan yang tidak diinginkan dapat memicu tingginya kejadian aborsi yang tidak aman (unsave abortion).
Baca juga: BKKBN minta seluruh keluarga harus paham indikator penyebab stunting
Menurut dia, mengendalikan jumlah anak dilakukan dengan memberikan jarak kelahiran dan kehamilan pada ibu melalui metode kontrasepsi. Upaya itu harus kembali digencarkan untuk memaksimalkan pembangunan kesehatan bagi ibu dan bayi yang pelayanannya cukup terdampak pandemi COVID-19, serta sebagai implementasi konkret dari membangun penduduk berkualitas.
“Kita tahu bahwa angka kelahiran yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy) masih 17 persen dan ini yang harus kita turunkan. Memang tidak bisa turunkan sekarang, kita tahu tahun 2013 angkanya masih 46 per 1.000, kini angkanya sudah 20,5 per 1.000, secara gradual harus turun dan saya kira (penurunannya) konsisten,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Hasto berharap setiap keluarga mau bekerja sama membangun kehamilan yang berencana. Hal itu dimaksudkan sebagai upaya mempersiapkan kondisi baik fisik ataupun mental calon orang tua, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dengan limpah kasih sayang dan pemberian gizi yang cukup.
Baca juga: BKKBN: Kompleksitas KB di desa dan kota tak bisa disamaratakan
Sementara itu, ibu mampu mengistirahatkan tubuhnya dan terhindar dari rasa depresi yang dapat berpengaruh terhadap kesehatannya dan pola asuh yang diberikan pada anak.
“Harapan saya berencanalah, karena sekarang ini yang banyak jadi permasalahan itu banyak keluarga hamil saja tidak tahu karena tidak sengaja, itu kan karena tidak berencana. Jadi harapan saya kalau direncanakan dengan baik Insya Allah anak atau ibu pun semua sehat,” ucap Hasto.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022