Kuala Lumpur (ANTARA) - Nur Jayadi membuka pertemuan dengan cerita, bahwa 56 mahasiswa Indonesia yang ikut berdiskusi di markas Badan Perwakilan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Malaysia di Kuala Lumpur, Senin (8/8) malam, baru pertama kali keluar negeri.

Bahkan, menurut Ketua Forum Mahasiswa Beasiswa Aspirasi (Formasita) Tamsil Linrung, banyak juga yang baru pertama kali merasakan naik pesawat terbang.

"Nanti kita dengarkan bagaimana pengalaman mereka naik pesawat," kata mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Hasanuddin yang baru sekitar 10 hari lalu merampungkan studinya tersebut.

Awalnya ada sekitar 60 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di delapan provinsi -Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, Papua dan Jakarta- yang mengikuti kegiatan Formasita Goes International yang mengangkat tema Bergandengan Untuk Dunia tersebut. Namun pada akhirnya hanya 57 orang yang benar-benar menginjakkan kaki di Malaysia.

Ada tiga teman mereka yang terpaksa harus tinggal di Jakarta karena hasil tes positif COVID-19.

Organisasi kemahasiswaan itu sebelumnya sudah tiga kali mengadakan kegiatan serupa, hanya saja ini kali pertama mereka melaksanakannya hingga ke negeri jiran.

Bagi mereka, perjalanan tersebut merupakan sebuah pencapaian. Mayoritas dari mereka adalah mahasiswa tidak mampu dari keluarga miskin, namun di sela-sela menyelesaikan kuliahnya ingin menambah pengalaman sebanyak-banyaknya, termasuk membuka jejaring dan wawasan di luar negeri.

"Tapi sejujurnya ada yang pertama melakukan ini, mereka ada yang tidak pernah berorganisasi. Mereka 'kupu-kupu' dan jadi 'bureng' saja," kata Jayadi yang diikuti dengan tawa.

Lalu Jayadi menjelaskan, bahwa "kupu-kupu" yang ia maksud tadi adalah "kuliah pulang-kuliah pulang". Sedangkan "bureng" adalah "buruh ranking", menggambarkan mahasiswa yang kerjanya hanya mengejar nilai saja sampai akhirnya tidak terpikir untuk berorganisasi atau sekedar mengikuti seminar.


Usaha ekstra

Namun yang jelas, untuk bisa duduk dan berdiskusi bersama dengan Ketua Badan Perwakilan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Malaysia Teuku Adnan, Presiden Persatuan Kelab-Kelab Belia Malaysia (MAYC) Kebangsaan Mohd Al-Hafizi dan beberapa teman dari Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Malaysia malam itu, mereka harus melalui proses yang panjang.

Mereka, menurut Jayadi, harus menyisihkan 337 mahasiswa lainnya dari berbagai perguruan tinggi di Tanah Air dalam proses seleksi administrasi, membuat mini projek, serta wawancara.

Lewat proses seleksi kedua, yakni membuat mini projek, mereka dibagi ke dalam kelompok yang berisi 12 mahasiswa. Tantangan dari proses itu adalah mereka harus berkreasi membuat projek yang mampu mendatangkan 50 persen dana dan membiayai perjalanan mereka sendiri.

Dari hitungan mereka, masing-masing mahasiswa membutuhkan dana Rp8,75 juta untuk mengikuti program Formasita Goes International itu. Namun hanya 50 persen atau Rp4,375 juta yang harus mereka tanggung sendiri, dan angka itu yang harus mereka cari melalui mini projek.

"Macam-macam yang mereka kerjakan. Mulai dari bikin proposal, seminar berbayar, sampai les privat. Rata-rata per orang bisa dapat Rp2,5 juta. Tapi ada juga yang hanya dapat ratusan ribu rupiah saja," ujar dia.

Karena itu merupakan tugas kelompok, maka sinergi menjadi kunci. Mereka harus saling bantu untuk bisa mencapai target dari mini projek masing-masing, kata Jayadi.

Dari 10 peserta terbaik, mereka 100 persen gratis mengikuti program bertema Bergandengan Untuk Dunia tersebut. Sedangkan 50 mahasiswa lainnya, hanya perlu membayar 50 persen, yang tentu saja didapat dari hasil mini projek menggalang dana yang mereka kerjakan per kelompok tadi.

"Kita bayarkan semua hasil menggalang dana tadi. Baru kekurangannya kita tutup sama-sama, dengan syarat tidak boleh minta orang tua," kata Jayadi yang sedang mencari beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 ke Jepang itu.


Perjalanan panjang

"Mereka harus melalui perjalanan panjang untuk bisa sampai di Kuala Lumpur", kata Ketua Badan Perwakilan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Malaysia Teuku Adnan.

Perjalanan menggunakan kapal laut dari Makassar selama dua hari untuk sampai di Jakarta, dengan terlebih dulu transit di Surabaya. Baru mereka melanjutkan perjalanan dengan pesawat ke Kuala Lumpur.

Apa yang KNPI Malaysia lakukan, menurut dia, hanya memfasilitasi dan menjembatani apa yang mereka perlukan selama di Kuala Lumpur, karena pada dasarnya semua sama-sama bagian dari Indonesia.

"Intinya siapapun itu sepanjang dia orang Indonesia yang sedang ada di Malaysia kita coba bantu fasilitasi sesuai kapasitas yang kami miliki. Yang terlantar saja kita bantu, masak calon pemimpin bangsa tidak kita layani. Ini semua kan calon pemimpin ke depannya, kalau tidak jadi pemimpin nasional minimal akan memimpin di daerah," ujar Teuku Adnan.

Diskusi malam itu bersama Presiden MAYC Kebangsaan pun terlaksana agar mereka lebih memahami Malaysia. Termasuk memahami seperti apa dan bagaimana pandangan orang Malaysia terhadap Indonesia, ujar dia.

Jayadi mengatakan, sebagai lembaga yang mewadahi seluruh pemuda membuktikan bahwa memang KNPI hadir untuk anak-anak muda, menyatukan Indonesia lewat pemuda. Selama empat hari perjalanan di Malaysia, KNPI membuka markasnya untuk mereka tinggali.

Kegiatan yang awalnya akan mengunjungi tiga negara yakni Thailand, Malaysia dan Singapura itu memang pada akhirnya hanya menjadi satu negara. Itu pun karena respons cepat KNPI Malaysia menyambut kegiatan mereka tersebut.

Setibanya di Jakarta nanti, mereka akan melanjutkan kegiatan mendatangi sejumlah kementerian dan lembaga serta DPR RI, hingga merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 pada 17 Agustus nanti di sana, sebelum kembali ke Makassar.

"Sebelumnya kami merencanakan merayakan HUT RI di Malaysia. Namun karena harus kembali lebih cepat, kami akan rayakan di Jakarta," kata Jayadi, yang juga mengatakan kegiatan Formasita Goes Internasional juga sebetulnya kado untuk hari jadi organisasi yang jatuh pada 7 Agustus dan untuk HUT RI ke-77.


Berbagi dan memotivasi

Diskusi Senin malam berjalan santai. Presiden Persatuan Kelab-Kelab Belia Malaysia (MAYC) Kebangsaan Mohd Al-Hafizi membuka sesi berbagi secara ringan dengan menyampaikan sejarah terbentuknya organisasi yang menaungi kelompok-kelompok pemuda di Malaysia tersebut pada tahun 1954.

Ia merupakan presiden MAYC ke-9 yang dipilih oleh 666 perwakilan kelompok kepemudaan di Malaysia, dan baru dilantik pada Januari 2022 lalu. Organisasi yang ia pimpin menaungi kelompok atau organisasi kepemudaan gabungan dari berbagai etnis di negara tersebut, mulai dari Melayu, China hingga India.

Baru pada periode kepemimpinannya, MAYC mengadakan program internasional, yang bertujuan mengajak warga negara Malaysia yang ada di luar negeri dan berusia di bawah 40 tahun untuk bergabung sebagai peluang lebih mengenal organisasi kepemudaan tersebut.

Ia mengatakan Medan menjadi lokasi pilihan pertama dan selanjutnya Jakarta, karena jumlah warga Malaysia juga banyak disana. "Jadi kalau mereka balik nanti tidak bertanya-tanya apa itu MAYC".

Itu, menurut dia, sekaligus membuka ruang bagi pemuda Malaysia menunjukkan kepemimpinannya. Dan pada saat yang sama, MAYC sangat terbuka dan mengharapkan jalinan dengan warga di Indonesia, salah satunya tentu bersama KNPI.

Sesi berbagi pengalaman berorganisasi itu berlanjut, semakin malam semakin hangat dan ditutup beberapa pertanyaan menggelitik dari para mahasiswa Indonesia untuk Presiden MAYC.

Masing-masing dari mahasiswa tampak mencatat apa-apa yang telah didiskusikan malam itu. Tidak hanya itu, mereka membuat diary yang akan digabungkan untuk jadi sebuah buku tentang perjalanan pertama mereka keluar negeri.

Jayadi mengatakan, dari pertemuan singkat dengan para pemimpin organisasi kepemudaan tersebut bahwa mereka memang bukan orang biasa. Banyak hal yang dapat dipelajari, mulai dari cara mereka bertutur dan bersikap di hadapan orang, tidak mudah tersinggung dan gampang marah, memisahkan persoalan keluarga dan tugas sebagai pemimpin organisasi.

"Banyak lah. Terus tadi saya jadi bisa introspeksi diri juga, harus bisa memahami anggotanya," lanjutnya.

Teman-teman, kata Jayadi, dalam kondisi lelah dan itu sepertinya dipahami oleh Mohd Al-Hafizi. Dengan mengemas pembicaraan dengan humor, suasananya serius menjadi santai, sehingga berjam-jam berdiskusi apa yang disampaikan tetap mengena.

Diskusi santai di atas tikar malam itu berakhir saat pergantian hari, dan ditutup dengan makan malam bersama menu pecel ayam Lamongan.

Baca juga: 85 mahasiswa Indonesia akan ikut program PPI UTM Mengabdi di Malaysia
Baca juga: KNPI ajak pemuda Indonesia-Malaysia majukan ekonomi digital
Baca juga: KNPI: Kerja sama ekonomi digital buka ruang kreatif pemuda RI-Malaysia

Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022