Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencermati peristiwa bencana yang signifikan terjadi selama 1-7 Agustus 2022 mulai dari kekeringan di Kabupaten Lanny Jaya, Papua, hingga banjir di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat dan Katingan, Kalimantan Tengah.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing via daring di Jakarta, Senin, mengatakan Indonesia mengalami 19 kejadian bencana yang hampir semua kategorinya adalah bencana hidrometeorologi.
"Ada beberapa kejadian yang signifikan seperti kekeringan di Lanny Jaya, kekeringan yang kemudian diiringi oleh embun beku yang menyebabkan tanaman masyarakat gagal panen sehingga ada kelaparan, dan kemudian yang menjadi fokus kita berikutnya adalah dua kejadian banjir di Kalimantan di Kapuas Hulu Kalimantan Barat dan Katingan di Kalimantan Tengah," ujar Abdul.
Untuk banjir di dua lokasi di Pulau Kalimantan, Abdul mengatakan hal itu menjadi catatan karena dua lokasi ini merupakan daerah yang juga menjadi perhatian pemerintah pusat, terutama Presiden RI Joko Widodo yang menginginkan langkah-langkah mitigasi dan kesiapsiagaan, supaya banjir tidak berulang lagi di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Baca juga: BNPB apresiasi BMKG dalam informasi peringatan dini kebencanaan
Baca juga: BNPB: Prioritaskan kebutuhan dasar korban banjir di Parimo
Kejadian banjir lainnya di Pulau Sumatera yakni di Bintan, kemudian di Banyuasin dan di Ogan Ilir. Kemudian ada banjir di Kalimantan Kapuas Hulu dan Katingan, di Sulawesi yakni Bolaang Mongondow, Banggai dan Konawe.
"Jadi hampir semuanya di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, kita mengalami hidrometeorologi basah, tetapi di Papua kita mengalami hidrometeorologi kering," kata dia.
Kekeringan di Kabupaten Lanny Jaya khususnya di Distrik Kuyawage yang menyebabkan tanaman masyarakat tidak bisa panen, menjadi perhatian BNPB untuk memikirkan upaya mitigasiya, karena bencana tersebut merupakan kekeringan klimatologis.
"Harus kita pikirkan bagaimana mengatasi kekeringan ini secara sistemik, tidak hanya dalam jangka panjang tentunya tetapi juga dalam jangka pendek. Apakah bisa dengan modifikasi cuaca dan lain-lain," kata Abdul.*
Baca juga: BNPB: Penyempitan badan sungai faktor utama terjadinya banjir di Garut
Baca juga: Potensi bencana hidrometeorologi meningkat pada Juli-September
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022