Magelang (ANTARA) - Festival Lima Gunung diselenggarakan seniman petani Komunitas Lima Gunung (KLG) Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, berperan penting sebagai vaksinasi kultural, terutama dalam menghadapi pandemi COVID-19 hingga saat ini, kata budayawan Yogyakarta Romo Doktor Gregorius Budi Subanar.
"Dalam masa pandemi ini, (FLG, red.) yang sebelumnya secara virtual, sekarang sungguh dihadirkan sebuah vaksinasi kultural, konkret bersama-sama dengan warga KLG," katanya saat pidato budaya dalam pembukaan FLG XXI/2022 di Magelang, Senin.
Sebelum pandemi COVID-19, katanya, festival tahunan para seniman petani Komunitas Lima Gunung diselenggarakan secara mandiri dan setia sebagai vaksinasi kultural dalam wujud pergelaran seni budaya. Selama dua tahun pandemi, FLG secara daring dan luring dengan personel terbatas, tempat berpindah-pindah, dan bersiasat terkait dengan waktu guna mencegah kerumunan massa.
Ia mengemukakan pentingnya vaksinasi kultural diselenggarakan secara berkelanjutan dan menjadi kekayaan modal masyarakat dalam mewujudkan kemajuan martabat kehidupan bersama.
Baca juga: Festival Lima Gunung XX suguhkan dokumen foto seni budaya KLG
Baca juga: Festival Lima Gunung bersiasat tak bocor
Berbagai kegiatan FLG XXI/2022 (8 Agustus-2 Oktober 2022), ujar pengajar Program Pasca Sarjana Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu, menjadi kesempatan berharga manusia bertemu secara konkret. Ia menyebut tiga wujud pertemuan, yakni konkret, sosial, dan virtual.
"(FLG tahun ini, red.) Wilayah konkret perjumpaan," katanya.
Ia mengatakan pemerintah antara lain menyelenggarakan vaksinasi secara klinis dan pembatasan sosial dalam menghadapi pandemi COVID-19.
Festival Lima Gunung dan kegiatan budaya lainnya diselenggarakan berbagai komunitas, ujar dia, upaya vaksinasi kultural yang menjadi kekuatan masyarakat menghadapi tantangan, termasuk pandemi.
Tokoh spiritual Komunitas Lima Gunung yang juga Pemimpin Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Kabupaten Magelang K.H. Muhammad Yusuf Chudlori mengemukakan FLG ungkapan syukur dan ajang silaturahim komunitas bersama jejaring dalam bingkai kebudayaan.
"FLG bisa menjadi penyejuk dan menghaluskan rasa. Nilai guyup masyarakat terjaga dan ditularkan. Festival ini membuat orang menjadi bungah sambil berdoa bersama agar tenteram dan memperkuat harapan kemakmuran," kata dia.
Pengajar Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Memet Chairul Slamet mengemukakan pentingnya pendidikan berkebudayaan untuk melahirkan manusia tangguh, berkualitas, dan unggul membawa kemajuan Indonesia.
"Karena hakikat pembangunan meningkatkan kualitas hidup," ujarnya.
Berbagai pementasan tarian, musik, orasi, pembacaan puisi, performa seni, dan pemotongan tumpeng menandai pembukaan FLG XXI/2022 di panggung terbuka Studio Mendut, sekitar 300 meter timur Candi Mendut Kabupaten Mgaelang. Para pementas selain dari kelompok kesenian komunitas itu juga seniman dari sejumlah kota dan luar negeri.
Pada Senin menjelang Matahari terbit, sejumlah pegiat KLG melakukan prosesi ritual di Kali Pabelan Mati, belakang Studio Mendut. Prosesi ritual dipimpin seniman, Ismanto, antara lain ditandai penaburan bunga mawar, penyulutan dupa, performa, penyampaian kidung, dan doa.
Salah satu tokoh utama Komunitas Lima Gunung Sitras Anjilin menjelaskan tema festival tahun ini, "Wahyu Rumagang", antara lain terkait dengan inisiatif memperkuat kegiatan kebudayaan dengan bersemangat guna menyongsong kehidupan baru pascapandemi.
Perintis Komunitas Lima Gunung yang juga budayawan Sutanto Mendut menyebut "wahyu" --dalam pengertian kultural-- turun kepada manusia yang bekerja keras, disiplin, dan setia menjalani kehidupan sehari-hari.
"Wahyu melewati (manusia, red.) kerja berkeringat, tanggung jawab, dan bisikan. Penelitian menyebut anak-anak muda sangat maju hebat, tetapi sibuk sendiri-sendiri. KLG lebih dari 21 tahun adalah 'gumregah' (bangkit dan bersemangat) bukan sebagai pegawai tetapi 'tandang gawe' (bekerja dengan gereget), bukan sekadar 'nyambut gawe' bekerja," katanya.*
Baca juga: Festival Lima Gunung 2021 digelar di lahan hortikultura Gunung Andong
Baca juga: Festival Lima Gunung saat pandemi ungkap eksistensi seniman-petani
Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022