Pertanyaan kuncinya adalah apakah Fed akan memutuskan bahwa kenaikan material dalam tingkat pengangguran diperlukan untuk mencapai targetnya
Sydney (ANTARA) - Pasar saham Asia tersendat-sendat pada awal perdagangan Senin, sementara dolar AS bertahan kuat setelah laporan penggajian AS yang menakjubkan mendorong kembali pembicaraan tentang resesi tetapi juga mendukung kasus untuk kenaikan suku bunga yang lebih besar.
Pasar dengan cepat bergerak memperkirakan sekitar 70 persen kemungkinan Federal Reserve akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada September, mengirimkan imbal hasil obligasi dua tahun naik 20 basis poin pada Jumat (5/8/2022) dan selanjutnya membalikkan kurva.
Data ketenagakerjaan yang kuat hanya meningkatkan taruhan untuk laporan harga konsumen AS Juni yang akan dirilis pada Rabu (10/8/2022), yang dapat melihat sedikit kemunduran dalam pertumbuhannya, tetapi kemungkinan percepatan lebih lanjut dalam inflasi inti.
"Meskipun IHK Juli pertumbuhannya lamban dan perkiraan penurunan menjadi 0,2 persen bulan ke bulan, Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga kebijakan 75 basis poin pada pertemuan September," kata Bruce Kasman, kepala penelitian ekonomi di JPMorgan.
"Pertanyaan kuncinya adalah apakah Fed akan memutuskan bahwa kenaikan material dalam tingkat pengangguran diperlukan untuk mencapai targetnya," dia memperingatkan, dikutip dari Reuters.
"Jika ini masalahnya, panduannya tentang suku bunga akan bergerak lebih tinggi secara signifikan, di samping pesan bahwa kemungkinan akan terbukti kurang sensitif terhadap kekecewaan pertumbuhan jangka pendek."
Risiko menghantui pasar ekuitas dengan S&P 500 berjangka dan Nasdaq berjangka keduanya turun 0,3 persen di awal perdagangan.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang melemah 0,2 persen, setelah tiga sesi berturut-turut naik. Indeks Nikkei Jepang merosot 0,3 persen dan indeks KOSPI Korea Selatan tergelincir 0,4 persen.
Ada sedikit reaksi pasar yang jelas terhadap berita bahwa Senat AS pada Minggu (7/8/2022) meloloskan rancangan undang-udang 430 miliar dolar AS yang dimaksudkan untuk memerangi perubahan iklim setelah beberapa kompromi tentang perpajakan dalam kesepakatan tersebut.
"Perubahan tersebut tampaknya tidak akan secara substansial mengubah dampak fiskal bersih dari undang-undang tersebut, yang terus terlihat cenderung kurang dari 0,1 persen dari PDB untuk beberapa tahun ke depan, karena pengeluaran baru dan pajak baru secara kasar diimbangi," kata analis di Goldman Sachs.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun naik pada 3,24 persen, sepenuhnya 40 basis poin di atas imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun.
Obligasi juga mendapat tawaran safe-haven karena kegelisahan atas ancaman militer Beijing terhadap Taiwan saat China melakukan empat hari latihan militer di sekitar pulau itu.
Data China yang keluar selama akhir pekan menunjukkan ekspor meningkat secara tak terduga pada Juli dengan kenaikan 18 persen, sementara impor tertinggal dengan kenaikan hanya 2,3 persen.
Ledakan pekerjaan dikombinasikan dengan lonjakan imbal hasil mendukung dolar AS, yang naik pada 106,640 terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya setelah naik 0,8 persen pada Jumat (5/8/2022).
"Titik data kunci ini adalah satu juta mil dari resesi saat ini, baik pada perubahan pekerjaan maupun tingkat pengangguran," kata Alan Ruskin, kepala global strategi valas G10 di Deutsche Bank.
"Data seperti ini akan meningkatkan pemikiran tentang 'eksklusifisme AS' dan sangat positif untuk dolar AS terhadap semua mata uang."
Dolar bertahan di 135,26 yen setelah melonjak 1,6 persen pada Jumat, sementara euro berjuang di 1,0164 dolar dan tidak jauh dari grafik support di sekitar 1,0095 dolar.
Mata uang tunggal tidak terbantu oleh berita Moody's telah memangkas prospek Italia menjadi negatif karena pengunduran diri Perdana Menteri Mario Draghi mengguncang lanskap politik negara itu.
Kenaikan dolar merupakan kemunduran bagi emas, meskipun telah berhasil bangkit dari posisi terendah yang dicapai pada Jumat (5/8/2022) menjadi 1.773 dolar AS per ounce.
Harga minyak melanjutkan penurunan baru-baru ini setelah mengalami minggu terburuk sejak April di tengah kekhawatiran tentang terhentinya permintaan global karena bank-bank sentral terus melakukan pengetatan.
Brent kehilangan 97 sen menjadi diperdagangkan di 93,95 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS turun 89 sen menjadi diperdagangkan di 88,12 dolar AS per barel.
Baca juga: Nikkei ditutup di tertinggi 2 bulan ditopang laba perusahaan yang kuat
Baca juga: Harga minyak jatuh, namun saham Asia menguat di tengah khawatir resesi
Baca juga: Saham China dibuka menguat, Indeks Shanghai naik 0,19 persen
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022