"Staf saya akan mengecek apakah hal itu disengaja atau hypermarket tersebut ditipu pemasoknya. Ini mudah ditelusuri," ujar Menperin.
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah cq Deperindag bekerjasama dengan aparat terkait akan melakukan "sweeping" atau mengecek ke lapangan langsung mengenai peredaran televisi (tv) palsu yang menipu konsumen yaitu tv baru namun komponennya bekas. "Kita akan bekerjasama dengan kepolisian maupun asosiasi terkait untuk mengetahui barang itu asli atau tidak," kata Menperin Fahmi Idris di Jakarta, Rabu, menanggapi soal beredarnya tv baru berkomponen bekas di hypermarket maupun toko elektronik. Menurut dia, pihaknya bersama instansi dan departemen terkait akan melakukan "sweeping" ke beberapa pertokoan yang banyak menjual barang elektronik. Mengenai ditemukannya tv baru berkomponen bekas di hypermarket, Fahmi mengatakan akan melakukan pengecekan karena ia tidak yakin hypermarket melakukan hal itu. "Staf saya akan mengecek apakah hal itu disengaja atau hypermarket tersebut ditipu pemasoknya. Ini mudah ditelusuri," ujarnya. Namun Fahmi menekankan pemerintah akan menindak sesuai ketentuan yang berlaku jika ditemukan unsur kesengajaan bagi ritel besar maupun kecil yang menjual produk elektronik tidak sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dilabelnya. Lebih jauh Fahmi mengatakan beredarnya barang elektronik atau tv baru berkomponen bekas yang tidak dijelaskan dalam spek produk tersebut menjadi pelajaran bagi agen maupun pengecer agar waspada terhadap produk tersebut. Ia juga mengimbau agar konsumen sendiri lebih peduli terhadap mutu dan garansi dari produk yang dibelinya dengan melakukan pengecekan detail mengenai kartu manual dan garansi dalam Bahasa Indonesia. "Sebenarnya sangat mudah mengetahui apakah barang itu asli atau tidak. Kalau asli kartu manualnya pasti bukan fotocopy dan garansinya tertera jelas siapa produsen dan service centrenya," ujar Fahmi. Sedangkan soal penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), Fahmi sepakat untuk menerapkan SNI wajib bagi produk elektronik, namun ia juga mengakui proses penyusunan sampai penerapan SNI wajib membutuhkan waktu lama. "Keputusannya tidak hanya dari departemen ini, karena juga terkait dengan instansi dan lembaga lain termasuk WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) karena SNI yang kita buat harus dinotifikasi lembaga dunia itu," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006