"Dulu kalau nonton balapan F1 itu, ya itu (iklan) pabrik rokok itu, sepak bola juga begitu, sekarang enggak lagi," kata Taufan Damanik dalam konferensi pers bertajuk "Lindungi Anak dan Remaja dari Keterjangkauan Harga Rokok Demi Sumber Daya Unggul Mencapai Indonesia Maju", yang diikuti di Jakarta, Kamis (4/8).
Dia juga mengapresiasi adanya aturan untuk tidak memasang iklan rokok di dekat gedung sekolah atau tempat yang banyak terdapat anak-anak.
"Itu udah mulai ada pembatasan yang lebih kuat di ruang-ruang publik," katanya.
Di berbagai sarana transportasi juga menurutnya sudah menerapkan aturan yang melarang penumpang untuk merokok.
"Kalau kita naik TransJakarta, saya kira jelas tidak boleh merokok, pesawat juga tidak boleh, di bandara juga hanya tempat-tempat tertentu," katanya.
Namun demikian, pihaknya masih belum melihat aturan yang ketat di institusi pendidikan.
"Kita masih melihat di sekolah-sekolah, guru mengajar sambil merokok, kantin-kantin, di kampus juga masih seperti itu padahal kampus isinya adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi," katanya.
Selain itu pihaknya juga meminta pemerintah agar melarang seluruh iklan promosi dan pemberian sponsor dari produk-produk rokok sesuai dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
"Dalam FCTC pasal 13 dikatakan bahwa iklan promosi dan pemberian sponsor dari pabrik-pabrik rokok ini sebisanya dilarang," katanya
Komnas HAM juga meminta pemerintah menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan Konvensi Hak-hak Anak dan tidak menempatkan pertimbangan ekonomi sebagai yang utama.
Baca juga: Komnas HAM minta aturan larangan pekerjakan anak di industri rokok
Baca juga: Komnas HAM: Ratifikasi FCTC lindungi kesehatan generasi masa depan
Baca juga: BPOM: Kendalikan tembakau lewat simplifikasi cukai dan larangan rokok
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2022