Taipei/Beijing (ANTARA) - Sejumlah serangan siber dilaporkan terjadi di Taiwan ketika Ketua DPR AS Nancy Pelosi berkunjung ke pulau itu pekan ini.
Kunjungan itu telah menyulut kemarahan China, yang membalasnya dengan menggelar latihan tempur besar-besaran di sekeliling Taiwan.
Sambutan hangat pejabat dan masyarakat Taiwan kepada Pelosi menjadi kontras dengan pesan-pesan yang dimunculkan para peretas di pulau tersebut.
Di beberapa toko cabang 7-11 pada Rabu, layar televisi di belakang kasir tiba-tiba menampilkan tulisan "Pelosi si penghasut perang, keluar dari Taiwan!"
Jaringan toserba 24 jam terbesar di pulau itu menjadi salah satu korban serangan siber "yang belum pernah terjadi sebelumnya", demikian pernyataan otoritas Taiwan.
Selain 7-11, peretas juga menyerang fasilitas milik otoritas, mulai dari situs kantor pemimpin Taiwan hingga layar besar di stasiun kereta api, untuk memprotes kunjungan Pelosi.
Para pejabat di Taipei tidak secara langsung menyalahkan serangan itu kepada pemerintah China.
Mereka hanya mengatakan serangan terhadap sejumlah situs pemerintah berasal dari beberapa tempat di China dan Rusia.
Dikatakan juga bahwa sejumlah tempat usaha yang mengalami perubahan di layar monitornya telah memakai peranti lunak China, dan bisa saja telah dipasangi program perusak dari dalam sejenis "backdoor" atau "Trojan horse".
Menteri digital Taiwan Audrey Tang mengungkap volume serangan siber terhadap fasilitas pemerintah, sebelum dan selama kunjungan Pelosi pada Selasa, melebihi 15.000 gigabita, atau 23 kali lebih tinggi dari hari sebelumnya.
Juru bicara Kabinet Taiwan Lo Ping-cheng mengatakan pada Rabu, otoritas telah meningkatkan keamanan fasilitas penting seperti pembangkit listrik dan bandara, serta menaikkan level kewaspadaan keamanan siber di seluruh kantor pemerintah.
Sejauh ini tidak ada kerusakan yang terdeteksi, kata dia dalam pengarahan media pada Kamis.
Terkait keamanan layanan publik, kata Lo, pada beberapa terakhir otoritas telah memasang mekanisme keamanan dan komunikasi tiga-lapis.
"Sudah cukup tangguh dan defensif sehingga penyesuaian ini bermanfaat," katanya.
Satu lembaga riset keamanan siber mengatakan serangan terhadap sejumlah laman milik otoritas Taiwan sebelum kunjungan Pelosi kemungkinan dilakukan oleh aktivis China, bukan pemerintahnya.
Kelompok peretas APT 27, pernah dituding pemerintah Barat telah disponsori pemerintah China, mengaku bertanggung jawab atas serangan siber di Taiwan pada Rabu.
Mereka mengatakan di YouTube bahwa peretasan itu dilakukan untuk memprotes Pelosi yang telah mengabaikan peringatan China terkait kunjungannya.
Mereka juga mengklaim telah mematikan koneksi internet di 60.000 perangkat di Taiwan.
Beberapa pakar berpendapat serangan siber tersebut dan latihan tempur China memberi "cuplikan" kepada pemimpin Taiwan seperti apa invasi dari China kelak.
Sejumlah laporan dari lembaga-lembaga pemikir di Taiwan dan AS pernah menekankan kemungkinan besar akan terjadi hal seperti itu.
Jika China berencana menyerang Taiwan secara militer, mereka akan lebih dulu melancarkan serangan siber yang melumpuhkan infrastruktur penting di pulau itu, demikian laporan-laporan tersebut.
Namun, ahli intelijen ancaman siber di Accenture, Eryk Waligora, mengatakan serangan siber di Taiwan baru-baru ini lebih tampak seperti "sandiwara ketimbang ancaman".
Serangan-serangan sebelumnya, kata dia, secara teknis lebih canggih dan merusak.
Akibat serangan siber pada November 2021 sampai Februari lalu, sejumlah institusi keuangan Taiwan terpaksa harus menghentikan sementara transaksi daring mereka.
"Pasti ada serangan siber yang jauh lebih buruk," katanya.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2022