Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menggiatkan gerakan ibu dan bapak asuh bagi anak stunting yang digulirkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) guna mendukung percepatan penurunan angka kasus stunting.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengajak masyarakat berpartisipasi dalam gerakan mengasuh anak-anak yang mengalami stunting, kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhan anak terganggu sehingga tubuhnya lebih pendek ketimbang anak-anak seusianya.
"Dari Pak Hasto (Kepala BKKBN) selaku ketua pelaksana menggulirkan program Ibu Bapak Asuh Anak Stunting, ini juga mohon digiatkan. Apa itu istilahnya, singkatannya IBAS, kalau ditambah Gerakan jadi GIBAS lah, jadi gerakan ibu dan bapak Peduli atau mengasuh anak stunting," kata Muhadjir di Istana Wakil Presiden Jakarta, Kamis.
Seusai mengikuti Rapat Kerja Percepatan Penurunan Stunting untuk 12 provinsi prioritas yang dipimpin oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Muhadjir mengemukakan bahwa partisipasi aktif warga dalam penanganan anak yang berisiko mengalami stunting akan berkontribusi signifikan pada percepatan penurunan kasus stunting.
"Kalau setiap orang bisa menangani satu anak yang punya potensi stunting yang setiap bulan anggarannya Rp450 ribu saja selama enam bulan, dan kalau ada lima juta (orang) yang ikut berkontribusi, selesai itu stunting. Karena itu saya mohon ini digiatkan, Gerakan Ibu Bapak Asuh Anak Stunting," katanya.
Dalam rapat yang diikuti oleh kepala daerah dari 12 provinsi prioritas penurunan prevalensi stunting itu, Muhadjir juga mengungkapkan bahwa beberapa provinsi di luar Pulau Jawa menginginkan pemerintah pusat mendesak perusahaan-perusahaan besar di daerah menyisihkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) untuk mendukung penanganan stunting.
"Tadi yang sudah mengusulkan misalnya Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, mendesak agar CSR-CSR di wilayah itu ada semacam instruksi dari pemerintah pusat, dari Presiden atau Wapres atau (pejabat) lebih rendah, agar menyisihkan CSR lebih besar untuk menuntaskan masalah stunting dan kemiskinan di wilayah itu," katanya.
Muhadjir menyeru para pemimpin perusahaan di daerah dengan prevalensi stunting tinggi mendukung upaya penanganan stunting.
"Agar menyisihkan CSR-nya khusus untuk stunting dan nanti akan dikoordinasi oleh satgas stunting setempat," katanya.
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen.
Pemerintah menargetkan prevalensi stunting bisa turun menjadi 14 persen pada 2024.
Menurut SSGI masih ada tujuh provinsi yang prevalensi stunting-nya tergolong tinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur (37,8 persen), Sulawesi Barat (33,8 persen), Aceh (33,2 persen), Nusa Tenggara Barat (31,4 persen), Sulawesi Tenggara (30,2 persen), Kalimantan Selatan (30,0 persen), dan Kalimantan Barat (29,8 persen).
Selain itu, masih ada lima provinsi dengan jumlah balita stunting banyak, yaitu Jawa Barat (971.792), Jawa Tengah (651.708), Jawa Timur (508.618), Sumatera Utara (347.437), dan Banten (268.158).
Baca juga:
Wapres: Pemerintah fokus turunkan angka kasus stunting di 12 provinsi
Kota Kendari luncurkan program Dashat untuk atasi stunting
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022