Tokyo (ANTARA) - Saham-saham Asia naik pada perdagangan Kamis pagi, mengambil isyarat dari reli kuat di Wall Street setelah data ekonomi yang kuat dan panduan perusahaan yang positif mendorong selera investor.
Dolar melayang di dekat level tertinggi minggu ini setelah pejabat Federal Reserve terus menekankan bahwa pengetatan kebijakan masih jauh dari selesai. Namun, imbal hasil obligasi pemerintah tetap turun dari tertinggi dua minggu karena investor tetap absen menjelang data ketenagakerjaan minggu ini yang akan memandu jalur suku bunga.
Harga minyak mentah stabil setelah meluncur ke level terendah hampir enam bulan semalam karena data AS menunjukkan lonjakan stok yang tak terduga.
Indeks Nikkei Jepang naik 0,58 persen, sementara indeks saham unggulan China CSI300 bertambah 0,55 persen dan indeks Hang Seng Hong Kong melonjak 1,24 persen dengan indeks saham teknologi melambung 2,29 persen.
Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang terangkat 0,65 persen.
S&P 500 berjangka AS hampir datar, setelah indeks yang mendasarinya melonjak 1,56 persen semalam dan Nasdaq yang padat teknologi melonjak 2,73 persen ke tertinggi tiga bulan.
Hasil keuangan yang kuat dari PayPal mengangkat sentimen, sementara data menunjukkan pesanan baru untuk barang-barang manufaktur AS meningkat dengan kuat.
Sementara itu, lebih banyak pejabat Fed bergabung dengan mengatakan pengetatan lebih lanjut diperlukan untuk mengendalikan inflasi.
Namun, satu - Presiden Fed San Francisco Mary Daly - mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Reuters bahwa kenaikan setengah poin mungkin diperlukan pada pertemuan berikutnya pada September, daripada kenaikan 75 basis poin lagi.
Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pekan lalu bahwa bank sentral dapat mempertimbangkan kenaikan suku bunga "luar biasa besar" lainnya pada pertemuan 20-21 September.
"Pandangan bahwa kami memiliki poros menjauh dari pengetatan (oleh The Fed) telah sangat terpukul selama 48 jam terakhir oleh hampir semua orang, mengatakan kami masih akan mengetatkan suku bunga dengan cukup agresif," kata Rob Carnell, kepala penelitian Asia-Pasifik di ING di Singapura, dikutip dari Reuters.
"Pesan itu belum meresap dengan baik ke pasar ekuitas, yang melihat apa yang telah menjadi serangkaian angka laba cukup kuat dan beberapa data ekonomi yang cukup layak dan ini brilian, alih-alih melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan dan katakan, ini cukup memprihatinkan."
Pedagang sekarang memperkirakan peluang 58,5 persen untuk kenaikan 50 basis poin versus probabilitas 41,5 persen untuk kenaikan yang lebih besar, yang akan melihat jalur pengetatan paling agresif dalam lebih dari satu generasi.
Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS jangka panjang bertahan di sekitar 2,71 persen di perdagangan Tokyo pada Kamis pagi. Mereka naik semalam ke tertinggi sejak 22 Juli di 2,851 persen tetapi kemudian terlempar kembali menjadi berakhir lebih rendah mengikuti komentar Daly.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,11 persen menjadi 106,36 pada Kamis pagi setelah naik setinggi 106,82 di sesi sebelumnya untuk pertama kalinya dalam seminggu.
Terhadap mata uang Jepang, yang sangat sensitif terhadap imbal hasil AS, dolar mundur 0,24 persen menjadi 133,51 yen, setelah mencapai 134,55 semalam.
Mayoritas analis dalam jajak pendapat Reuters mengatakan dolar belum mencapai puncaknya.
Minyak mentah naik di awal perdagangan Asia, memantul dari posisi terendah multi-bulan hari sebelumnya menyusul data yang mengisyaratkan permintaan bahan bakar AS yang lemah.
Minyak mentah berjangka Brent naik 53 sen menjadi diperdagangkan di 97,31 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 55 sen menjadi diperdagangkan di 91,21 dolar AS per barel. Kedua kontrak acuan jatuh ke level penutupan terlemah sejak Februari sehari sebelumnya, masing-masing di 96,50 dolar AS dan 90,66 dolar AS.
Baca juga: IHSG menguat di tengah perkiraan ekonomi tumbuh 5 persen
Baca juga: Wall St naik ditopang data ekonomi, Nasdaq tutup di tertinggi 3 bulan
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022