Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan akan terjadinya suatu kelelahan berpolitik jika demokrasi hanya dijadikan sebagai tujuan, bukan sebagai cara untuk meraih tujuan berupa kesejahteraan dan kemakmuran. "Kalau semua mengatakan demokrasi itu tujuannya, maka orang hanya berfikir untuk selalu bisa ikut Pilkada, tetapi bukan untuk memperoleh tujuan. Bisa terjadi suatu kelelahan berpolitik, maka itu jadi tidak efektif" kata Wapres Jusuf Kalla dalam pidato politiknya pada seminar "Desain Baru Sistim Politik Indonesai, di CSIS Jakarta, Rabu. Menurut Jusuf Kalla, yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar, demokrasi dan keterbukaan bukanlah tujuan, namun hanya merupakan cara untuk mencapai tujuan. Sedangkan tujuan bangsa Indonesia ini, tambahnya, adalah untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. "Sebenarnya tujuan bangsa adalah mencapai kesejahteraan dan kemakmuran," kata Jusuf Kalla. Jusuf Kalla mencontohkan pengalaman beberapa negara seperti Cina, meskipun sistem politiknya bukan demokrasi, tetapi bisa mencapai kemakmuran dan kemajuan seperti yang diinginkan rakyatnya. Kesejahteraan, tambah Jusuf Kalla, pada pokoknya adanya pertumbuhan ekonomi yang baik, tetapi kesejahteraan itu harus ada pemerataan dan distribusi secara merata. Namun, menurut Jusuf Kalla, tidak selalu negara demokratis akan menjadi makmur, banyak negara demokratis yang tidak selalu bisa mencapai kemakmuran, seperti India dan Filipina. "Jadi pada akhirnya juga sangat tergantung dengan orangnya. Walaupun tidak sedemokratis kita, tetapi Singapura bisa maju. Walaupun tidak seterbuka kita, tetapi Malaysia bisa maju," kata Jusuf Kalla. Dalam pandangan Jusuf Kalla, pemerintah suatu negara tidak terlalu penting apabila ekonomi berjalan dengan baik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa selama pemerintah bisa mencapai tujuan kesejahteraan dan kemakmuran, maka desain politik akan mengikutinya. "Sistem politik kita harus bisa mencapai tujuan, kalau tidak rakyat akan ganti desain lagi," kata Jusuf Kalla. Hal itu, katanya, pernah terjadi beberapa kali dalam sejarah politik di Indonesia. Jusuf Kalla mencontohkan saat terjadinya reformasi 1998, pada masa awal Orde Baru, desain politik demokrasi dan keterbukaan yang dipilih, namun lama kelamaan berubah menjadi otoriter, sehingga terjadi korupsi dan sebagainya sehingga rakyat akhirnya merubah desain baru. Saat ini, katanya, bangsa Indoensia telah memilih desain sistem politik berupa demokrasi dengan keterbukaannya. Demokrasi, kata Jusuf Kalla, selalu meminta partisipasi masyarakat dari bawah. Oleh karena itu, diterjemahkan dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Sekarang, pilihannya bukan desain baru, tetapi bagaimana implementasi pada pilihan-pilihan yang sudah ada, katanya. Pilihannya bagaimana bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat lebih baik. Karena itu, tambahnya, politik harus bisa mendukung tujuan yang ada, dengan demikian politik harus efisien. "Pokoknya partai itu harus bertujuan untuk kesejahteraan rakyat, dan itu harus tercermin dalam pemerintahan. Kalau itu dilakukan, tak perlu kampanye orang akan memilih. Dan Golkar akan melakukan itu," kata Jusuf Kalla yang disambut tawa. (*)

Copyright © ANTARA 2006