Kota Bogor (ANTARA) - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) siap tawarkan teknologi dan produk pangan dari berbagai varietas padi dan jenis tumbuhan lain kepada negara-negara yang hadir pada technical Workshop G20.
Kepala Balitbangtan Prof Fadjry Djufry saat jumpa pers usai pembukaan technical workshop G20 di IICC Bogor, Rabu, mengatakan Indonesia telah memiliki teknologi pangan yang produktif untuk menghasilkan varietas pangan, di antaranya padi, jagung, kopi dan lain-lain untuk menghadapi ancaman krisis pangan global, salah satunya akibat perubahan iklim.
"Sekarang kita sedang mengembangkan pertanian organik kita, kita sudah punya varietasnya, teknologinya dan itu dibutuhkan pasar luar negeri dan beberapa komoditi yang lain, kopi, kakao, organik dan kita juga akan membuat standar terkait semua komoditi produk kita," kata dia.
Fadjry mengemukakan negara-negara dalam G20 akan tertarik kepada teknologi yang dipaparkan karena Indonesia memiliki pengetahuan spesifik lokal yang ada di setiap provinsi.
Dalam kesempatan ini, pihaknya akan memanfaatkan waktu yang diberikan selama 10 menit untuk memaparkan perkembangan teknologi Indonesia dalam menghadapi krisis pangan global. Balitbangtan akan memilah informasi yang bisa disampaikan kepada perwakilan negara-negara G20 dan informasi untuk kepentingan penelitian.
Kepala Balitbangtan itu memaparkan Indonesia telah mempersiapkan varietas-varietas padi yang mampu bertahan dan tetap produktif pada berbagai kondisi alam saat ini. Beberapa di antaranya ialah varietas padi toleran kering yang tahan pada lahan kering selama dua minggu, yakni cakrabuana dan padi gogo varietas satu sampai 10.
Selanjutnya, varietas padi impara satu sampai 10 yang tahan terhadap rendaman, sehingga dalam tinggi muka air tertentu masih bisa bertahan selama dua minggu tetap produktif. Ada pula varietas padi impari biosari yang toleran terhadap salinitas atau tingkat kegaraman tertentu.
Kemudian, ada varietas padi khusus untuk stunting, beras merah dan beras hitam untuk diabetes, ada padi untuk subtitusi impor, untuk kebutuhan hotel, rumah sakit, dan beberapa basmati, beras-beras Jepang untuk susi yang dikembangkan menjadi varietas baroma, perkawinan antara basmati dan pandan wangi. Ditambah varietas beras tarabas jadi beras-beras Jepang.
Selain itu ada beberapa teknologi lain yang disiapkan dalam menghadapi krisis pangan global, padi, jagung dan kedelai.
"Jadi ini, dua tiga hari ini kita akan belajar bersama, berbagi pengetahuan. Mudah-mudahan kita bisa mengimplementasikan apa yang mereka lakukan dan apa yang harus kita siapkan dalam rangka menghadapi krisis pangan global karena perubahan iklim seperti itu," jelasnya.
Fadjry menyampaikan dari beberapa negara kontinental dan maritim di G20 kali ini, Indonesia mempunyai 'base 'atau pengalaman yang berbeda dengan negara-negara lain. Menurutnya, mereka tentu ingin mendengar juga seperti apa Indonesia, dalam hal ini Kementerian Pertanian menghadapi ancaman krisis pangan global akibat perubahan iklim.
"Dan kita siap menghadapi itu. makanya Alhamdulillah bapak Presiden sudah instruksi, tidak ada impor beras tiga tahun ini," ujarnya.
Dia mengatakan untuk bisa mencapai swasembada beras hingga tidak impor dari negara luar, tentu dengan intervensi teknologi dari dalam negeri yang terus dikembangkan para peneliti.
"Tidak mungkin tidak ada intervensi teknologi di situ, tidak mungkin kita bisa swasembada, padahal konversi lahan kita tiap tahun makin besar, hampir 100.000 per tahun konversi lahan jadi penggunaan yang lain. Kalau tidak ada peningkatan produktivitas, penggunaan teknologi, tidak mungkin bisa seperti itu," kata dia
.
Oleh karena itu, kata dia, dalam rangka pencegahan menghadapi krisis pangan akibat perubahan iklim, sehingga pemerintah mendukung lahirnya varietas-varietas baru pangan.
Baca juga: Balitbangtan: Butuh teknologi dan inovasi dukung swasembada pangan
Baca juga: Balitbangtan kembangkan padi dengan kandungan zat besi cegah tengkes
Pewarta: Linna Susanti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022