Jakarta (ANTARA) - Deputi Perencanaan dan Evaluasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Satyawan Pudyatmoko mengatakan bahwa tutupan mangrove sebagian besar hilang akibat alih fungsi lahan menjadi tambak di areal penggunaan lain.
"Yang terbanyak adalah (akibat alih fungsi lahan) mangrove menjadi tambak. Jadi, kondisi sekarang mangrove yang menjadi tambak itu ada 631.802 hektare. Di mana terjadinya? Terbanyak di kawasan penggunaan lain," katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Rabu.
Menurut dia, alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak di areal penggunaan lain (APL) mencakup area seluas 393.623 hektare atau 62 persen dari total alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak. Sedangkan di kawasan hutan, lahan mangrove yang berubah fungsi menjadi tambak luasnya 238.179 hektare.
Satyawan juga mengemukakan bahwa selama periode 2021 sampai 2030 deforestasi mangrove diproyeksikan mencakup areal seluas 299.258 hektare dan alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak merupakan salah satu penyebabnya.
"APL dan tambak itu jadi kunci dalam rehabilitasi mangrove," kata Satyawan.
Dia mengatakan, penetapan APL ke dalam fungsi lindung bisa menimbulkan masalah karena akan membatasi hak pemilik lahan mangrove untuk memanfaatkannya.
Oleh karena itu, menurut dia, diperlukan regulasi mengenai pembagian fungsi lindung dan fungsi budidaya dalam kawasan mangrove.
KLHK sedang membahas regulasi mengenai penetapan fungsi kawasan mangrove di dalam dan luar kawasan hutan, yang juga mencakup pengaturan mekanisme insentif dan disinsentif dalam pemanfaatan kawasan mangrove.
"Sehingga APL yang menjadi lindung tadi tidak merugikan pemilik lahan yang ada di atasnya," demikian Satyawan Pudyatmoko.
Baca juga:
BRGM siapkan beberapa skema pendanaan rehabilitasi kawasan mangrove
BRGM segera merehabilitasi kawasan mangrove seluas 3.548 hektare
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022