Kami sangat optimis bisa membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah dalam perkara ini.
Bandung (ANTARA) - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima PNS dari Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai saksi untuk terdakwa Bupati nonaktif Ade Yasin pada perkara dugaan suap auditor BPK RI.
Lima orang PNS yang hadir di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu, yaitu Sekretaris Daerah (Sekda) Burhanudin, Subkoordinator Pelaporan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Hany Lesmanawaty.
Kemudian, Kepala Bidang Akuntansi dan Teknologi Informasi BPKAD Wiwin Yeti Heryati, Sekretaris BPKAD Andri Hadian, serta Kepala BPKAD Teuku Mulya.
Jaksa Penuntut Umum KPK akan menghadirkan sedikitnya 40 saksi pada agenda sidang pembuktian. Saksi-saksi tersebut terdiri dari pegawai lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor dan para pengusaha.
Sebelumnya, Ade Yasin melalui kuasa hukumnya Dinalara Butar Butar optimistis akan membuktikan bahwa kliennya tidak terlibat dalam perkara dugaan suap terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.
"Kami sangat optimis bisa membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah dalam perkara ini," ujarnya.
Baca juga: Jaksa KPK jawab nota keberatan Ade Yasin
Baca juga: Hakim putuskan sidang Ade Yasin lanjut ke tahap pembuktian
Menurutnya, meski eksepsi atau nota keberatan terdakwa tidak diterima oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hera Kartiningsih, tapi pihaknya meyakini bahwa hakim akan objektif dan menjunjung tinggi keadilan.
"Kami sangat menghargai menghormati putusan sela yang dibacakan majelis hakim hari ini, karena memang putusan sela bukan akhir dari segalanya. Tujuan putusan sela ini untuk memperlancar persidangan," kata Dinalara.
Dirinya optimistis saksi-saksi yang dihadirkan akan mengungkap ketidakterlibatan Ade Yasin. Terlebih, menurutnya, alat bukti KPK tidak lengkap saat menyeret kliennya ke perkara dugaan suap terhadap pegawai BPK.
Ia menyebutkan, mengacu pada Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana, perlu dilengkapi dengan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah.
Pasalnya, KPK usai penangkapan mengumumkan bahwa penjemputan Ade Yasin sebagai saksi di rumah dinas pada 27 April 2022 sebagai sebuah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).
"JPU (jaksa penuntut umum) tidak menjelaskan dalam dakwaannya apa dua alat bukti yang cukup yang dimiliki KPK, sehingga terdakwa harus di-OTT," ujarnya pula.
Padahal, menurutnya lagi, Ade Yasin dijemput petugas KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi atas penangkapan beberapa pegawai Pemkab Bogor dan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
Dinalara juga mengaku heran, karena KPK melakukan penjemputan Ade Yasin sebagai saksi pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB.
"Kalau memang mau meminta keterangan kenapa tidak dilakukan penjemputan di jam normal, atau memanggil Ade Yasin ke KPK kan bisa," ujar Dinalara.
Ade Yasin didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai BPK yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.
"Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata Budiman.
Baca juga: Ade Yasin surati hakim karena tak pernah dihadirkan secara tatap muka
Baca juga: Ade Yasin optimistis buktikan tak terlibat dugaan suap auditor BPK
Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022