Mereka harus merogoh isi saku celana sendiri untuk bisa berpartisipasi membantu kelancaran perhelatan ini
Relasi
Bagi Fhaiz dan Hanny, menjadi relawan adalah panggilan hati. Mereka menyadari tak akan ada uang besar yang akan mereka terima meski bekerja banting tulang membantu para atlet, ofisial, hingga media. Bahkan mereka tak berharap lebih untuk mendapatkan materi.
Menjadi relawan ASEAN Para Games akan memberikan pengalaman lebih, khususnya saat menangani para penyandang difabel. Di sisi lain, relasi menjadi amat berharga, sebab mereka akan silih berbagi informasi selepas perhelatan dengan rekan di luar tempat tinggal maupun profesinya.
Ketika mengikuti kegiatan kerelawanan, mereka akan bertemu dengan banyak orang baru dari berbagai latar belakang dan daerah yang berbeda-beda. Biasanya sesama anggota relawan akan terus menjalin komunikasi meskipun masa bakti mereka sudah selesai.
"Kami ini kenalan pas Asian Games 2018. Berarti sudah empat tahun, tapi kami masih silih berkomunikasi, ini pentingnya relasi," kata Hanny sembari membetulkan posisi masker yang dikenakannya.
Hal lainnya yang didapatkan Hanny dan kawan-kawan, akan menambah citra diri (personal branding).
Tanpa kehadiran para relawan, menjadi hal mustahil ASEAN Para Games 2022 dapat terlaksana dengan lancar. Mereka adalah penggerak dari roda perhelatan, penyemarak di setiap pertandingan, dan jembatan menuju kesuksesan penyelenggaraan.
Tak sedikit omelan yang mereka rasakan, meski seringkali permasalahannya bukan pada pelayanan yang dibebankan kepada relawan, melainkan pada manajemen penyelenggara.
Melelahkan memang, tapi Sri, Fhaiz, Hanny, dan relawan lainnya tetap bertekad untuk bekerja sekuat dan semampu mungkin. Sebab bagaimana pun kehadiran mereka lah yang menjadi penggerak suksesnya penyelenggaraan ASEAN Para Games 2022.
Baca juga: Atlet Para Games tinggalkan kesan mendalam bagi relawan
Baca juga: Pasar tradisional di Solo yang mengakomodasi difabel
Baca juga: Mengenal bus ramah difabel di Solo
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2022