Dubai (ANTARA) - Pemimpin Al Qaida Ayman Al Zawahiri yang berusia 71 tahun terbunuh dalam serangan pesawat tak berawak Amerika Serikat di ibukota Afghanistan, Kabul.

Setelah bertahun-tahun menjadi ahli strategi, Zawahiri mengambil alih kepemimpinan Al Qaida setelah pembunuhan Osama Bin Laden oleh pasukan AS pada Mei 2011.

Setelah kematian Osama, serangan udara AS juga membunuh orang kepercayaan Zawahiri sehingga menyulitkan dia melakukan koordinasi secara global.

Ia menjadi saksi bagaimana Al Qaida digulingkan dalam pemberontakan Arab 2011, yang diluncurkan oleh aktivis kelas menengah dan intelektual yang menentang autokrasi selama beberapa dekade.

Meskipun memiliki reputasi sebagai pribadi yang tidak fleksibel dan agresif, Zawahiri berhasil mengasuh kelompok-kelompok yang berafiliasi Al Qaida di seluruh dunia yang tumbuh untuk mengobarkan pemberontakan, beberapa di antaranya berakar pada gejolak yang timbul dari “The Arab Spring”.

Kekerasan tersebut membuat sejumlah negara di Asia, Afrika, dan Timur Tengah tidak stabil.

Namun, periode Al Qaida sebagai jaringan yang ditargetkan secara terpusat karena menyerang Amerika Serikat pada 11 September 2001, telah lama berlalu. Namun, kelompok militan itu kembali ke akarnya dalam konflik tingkat lokal.

Asal usul Zawahiri dalam Al Qaida telah lama dikenal.

Pertama kali dunia mendengar tentang Zawahiri saat dia berdiri di dalam ruang sidang terkait kasus pembunuhan Presiden Mesir Anwar Al Sadat pada 1981.

"Kami telah berkorban dan kami siap untuk berkorban lebih banyak lagi sampai adanya kejayaan Islam,” teriak Zawahiri yang saat itu mengenakan jubah putih.

Dia harus mendekam dalam penjara selama tiga tahun karena kepemilikan senjata ilegal, tetapi ia dibebaskan dari tuduhan utama.

Zawahiri yang juga seorang ahli bedah terlatih sempat pergi ke Pakistan. Di sana, dia bekerja bersama Bulan Sabit Merah merawat gerilyawan mujahidin yang terluka di Afghanistan dalam melawan pasukan Uni Soviet kala itu.

Selama periode itu, ia berkenalan dengan Osama bin Laden, seorang warga Saudi kaya raya yang bergabung dalam pasukan mujahidin di Afghanistan.

Pada 1993, Zawahiri mengambil alih kepemimpinan Jihad Islam di Mesir, seperti dikutip dari Reuters.

Zawahiri juga dikenal sebagai tokoh terkemuka pada pertengahan 1990-an di Mesir karena menggulingkan pemerintah dan ingin mendirikan negara Islam murni. Ketika itu, lebih dari 1.200 warga Mesir terbunuh selama masa pemberontakan.

Pada 1999, pengadilan militer Mesir menjatuhkan hukuman mati kepada Zawahiri secara in absentia. Dalam waktu bersamaan, ia bersama Osama Bin Laden membentuk Al Qaida.

Sebuah rekaman video yang ditayangkan oleh Al Jazeera pada 2003 menunjukkan kedua pria itu berjalan di lereng gunung yang berbatu.

Sebuah gambar yang diharapkan intelijen Barat akan memberikan petunjuk tentang keberadaan mereka.

Penerus Osama bin Laden
Zawahiri menggantikan posisi Osama bin Laden yang tewas dibunuh pasukan khusus AS di Pakistan.

Sejak itu ia berulang kali menyerukan jihad global dalam pesan video.

Zawahiri sering mencoba membangkitkan semangat di kalangan umat Islam dengan berkomentar di media sosial tentang sejumlah isu sensitif seperti kebijakan AS di Timur Tengah atau tindakan Israel terhadap Palestina.

Selama menjadi kepala operasi jaringan teroris dan buronan AS, 'kepala' Zawahiri dihargai mahal oleh AS.

Di website resmi FBI, ‘kepala’ Zawahiri dihargai 25 juta dolar AS atau setara Rp 214,8 miliar.

Zawahiri didakwa oleh AS atas perannya dalam pengeboman di Kedutaan AS di Kenya dan Tanzania pada 1998.

Ia juga memiliki peran dalam mengatur serangan 11 September 2001 di menara kembar World Trade Center di New York, Pentagon dan Pennsylvania. Serangan tersebut dikenal sebagai Tragedi 9/11.

Sumber : Reuters

Penerjemah: Azis Kurmala
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2022