“Walaupun mereka berdalih hal tersebut adalah karena kealpaannya, imigrasi tetap dapat melakukan tindakan administratif keimigrasian yang sejalan dengan asas ignorantia legis neminem excusat (ketidaktahuan akan hukum tidak membenarkan siapa pun),” ka
Denpasar (ANTARA) - Imigrasi Kelas I TPI Ngurah Rai, Bali mendeportasi dua orang warga negara asing (WNA) asal Maroko berinisial ZO (37) dan MO (41) karena melanggar batas waktu izin tinggal (overstay) 866 hari di Denpasar, Bali, Selasa.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kakanwil Kemenkumham) Bali Anggiat Napitupulu dalam keterangannya di Denpasar, Bali, Selasa mengatakan kedua kakak beradik tersebut dideportasi sebagaimana dimaksud pasal 78 Ayat 3 Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Dalam ketentuan pasal 78 Ayat (3) Undang-Undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian menyebutkan bahwa orang asing pemegang izin tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia lebih dari 60 hari dari batas waktu izin tinggal dikenai tindakan administratif Keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan.
Berdasarkan ketentuan UU tersebut kata Anggiat, tindakan Imigrasi mendeportasi dua WNA kelahiran Khenifra-Maroko tersebut tidak bertentangan dengan hukum.
Kedua WNA asal Maroko yang dideportasi diketahui tiba pada 27 November 2019 di Bandara Internasional Soekarno Hatta dari Casablanca, Maroko yang sebelumnya transit di Istanbul, Turki dengan menggunakan Bebas Visa Kunjungan (BVK).
Adapun kedua wanita asal Negeri Arab Maghrib, sebutan untuk Maroko, tersebut datang ke Indonesia untuk berlibur.
BVK yang dimiliki oleh kedua wanita tersebut hanya berlaku selama 30 hari. Masalah mulai muncul setelah masa berlaku izin tinggal tersebut berakhir tanggal 26 Desember 2019 dimana yang bersangkutan tidak meninggalkan wilayah Indonesia.
Setelah diperiksa oleh pihak Imigrasi, keduanya mengaku tidak kembali ke Maroko karena menurut informasi dari ibu mereka bahwa penerbangan internasional di sana telah ditutup karena pandemik COVID-19. Karena itu, mereka berdalih untuk tetap tinggal di Indonesia sampai penerbangan internasional di Maroko dibuka kembali dengan bermodalkan uang yang diberikan oleh kedua orang tua mereka di Maroko.
Selain itu, mereka beralasan tidak mengetahui informasi bahwa dalam masa Pandemi COVID-19, pemegang BVK harus melakukan perpanjangan secara onshore di Kantor Imigrasi setempat agar mendapat perpanjangan izin tinggal. Atas kelalaiannya tersebut berdasarkan pemeriksaan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai pada 10/5/2022 mereka dinyatakan "overstay" lebih dari 60 hari.
“Walaupun mereka berdalih hal tersebut adalah karena kealpaannya, imigrasi tetap dapat melakukan tindakan administratif keimigrasian yang sejalan dengan asas ignorantia legis neminem excusat (ketidaktahuan akan hukum tidak membenarkan siapa pun),” kata Anggiat Napitupulu.
Selanjutnya dikarenakan pendeportasian belum dapat dilakukan dan masa berlaku dokumen perjalanan mereka sudah habis, maka Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menyerahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada 23 Mei 2022 untuk didetensi dan diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut.
Selanjutnya, MO dan ZO yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.
“Setelah kami melaporkan pendeportasian, keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” kata Anggiat Napitupulu.
Sementara itu, dalam kesempatan yang terpisah Kepala Rudenim Denpasar Babay Baenullah mengatakan setelah MO dan ZO didetensi selama 71 hari dan pihaknya telah mengupayakan koordinasi dalam penerbitan Laisses-Passer (dokumen perjalanan sementara pengganti paspor) dengan Kedubes Maroko di Jakarta serta siapnya administrasi.
Setelah dokumen administrasi dilengkapi, akhirnya kedua WNA tersebut dideportasi dengan terlebih dahulu melakukan PCR test dengan hasil negatif, sehingga dapat dilakukan pendeportasian sesuai dengan jadwal.
Keduanya dipulangkan dengan menggunakan maskapai Saudia Airlines, melalui bandara Internasional Soekarno Hatta pada pukul 19.05 WIB, dengan nomor penerbangan SV819 tujuan Jakarta (CGK)–Jeddah (JED), dilanjutkan dengan SV377 Jeddah (JED) - Casablanca (CMN).
Tiga petugas Rudenim Denpasar mengawal ketat dari Bali sampai mereka masuk dalam pesawat.
Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022