“Upaya Pertamina untuk menggunakan aplikasi digital jadi jalan untuk menyeleksi siapa-siapa saja yang berhak menerima BBM subsidi. Tinggal implementasi penggunaan aplikasi tersebut yang kini harus bisa disiapkan dan dieksekusi dengan baik,” kata Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Menurutnya, akselerasi penerapan aplikasi bagi masyarakat dapat mengatasi hal ini, karena aplikasi dapat secara tepat mengatur jumlah konsumsi bagi masing-masing konsumen.
"Tidak seperti kuota yang cenderung masyarakat mampu dapat membeli Pertalite lebih banyak karena memiliki daya beli yang lebih besar," ungkap Josua.
Secara terpisah Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro memprediksi habisnya kuota BBM bersubsidi, terutama Pertalite, memang wajar terjadi, mengingat konsumsi Pertalite meningkat tahun ini seiring hilangnya Premium dari pasaran.
Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Reforminer Institute, kebutuhan normal Premium adalah kisaran 28-30 juta kiloliter (kl), dengan asumsi sebelum ada program penghapusan Premium, konsumsi Pertalite sudah 22 juta kl. Sementara konsumsi Premium status terakhir sekitar 6-8 juta kl.
"Jadi wajar kalau 23 juta kl maksimal hanya sampai Agustus atau September 2022 karena itu menjadi penting agar ada pengaturan tepat sasaran," kata Komaidi.
Jika memang pengaturan tepat sasaran tersebut tidak dilakukan, lanjutnya, pemerintah harus bergerak cepat memastikan ketersediaan kuota BBM. Namun itu tentu tidak mudah lantaran masih harus dibicarakan lagi dengan berbagai pihak, terutama parlemen.
"Kalau tidak mau ada pengaturan, sederhana pemerintah tambah kuota. Sebagai pemerintah, saya kira kondisinya tidak mudah," ujarnya.
Menurutnya, apa yang sudah dilakukan Pertamina selama ini dengan aplikasi MyPertamina secara paralel adalah upaya maksimal perusahaan agar kuota 23 juta kl tidak terlampaui.
"Tentu itu sulit untuk dilakukan karena kuota normalnya perlu kisaran 28-30 juta KL per tahun. Makanya bolanya ada pada pemerintah," kata dia.
Komaidi menilai rencana membatasi pembeli Pertalite maupun Solar melalui revisi Perpres dengan menggunakan aplikasi digital tetap akan sulit menahan jebolnya volume BBM subsidi tahun ini jika mekanisme penyaluran subsidi tetap ke barang.
"Tentu kalau efektif 100 persen sulit dilakukan (pengaturan pembatasan BBM Subsidi). Namun ini upaya yg bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak saja sifatnya. Memang idealnya subsidinya langsung bukan ke barang. Sepanjang masih ke barang kebocoran akan tetap ada," ungkapnya.
Menurutnya, pengaturan subsidi tepat sasaran bisa saja diperuntukkan untuk roda dua atau kendaraan pelat nomor kuning. Namun pelaksanaan di lapangan pasti tidak akan mudah. Untuk itu, peran serta masyarakat juga sangat diperlukan untuk atasi kekurangan kuota BBM bersubsidi ini.
Sebelumnya Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade mengatakan kuota yang sudah ditetapkan pemerintah pada tahun ini yakni sebesar 23,05 juta kl hanya bertahan sampai September 2022.
Dia mendorong pemerintah segera duduk bersama pihak terkait seperti Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Pertamina, dan BPH Migas, untuk membicarakan penambahan kuota BBM jenis Pertalite.
Baca juga: Kementerian ESDM proyeksikan kuota BBM subsidi habis di Oktober 2022
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022