Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah membatalkan daftar usulan proyek untuk dibiayai pinjaman Pemerintah Jepang bagi pembangunan sistem MRT (Mass Rapid Transportation) di ibukota, setelah kedua pihak gagal mencapai kesepakatan atas sifat pinjaman tersebut.
Pemerintah Jepang tidak bersedia mengubah sifat peminjaman dari mengikat (tied) menjadi tidak mengikat (untied) sehingga pemerintah bisa menyerap muatan lokal yang lebih besar seperti tenaga kerja, kata Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta usai membuka rakor Pembangunan Pusat di gedung Bappenas Jakarta, Selasa.
"Karena kita tidak sekedar mengutang, padahal kita sudah punya teknologi dan tenaga kerja. Kenapa kita harus mengandalkan orang lain?" ujarnya.
Dia mengatakan pembatalan proyek MRT system itu tidak mengurangi jumlah pinjaman yang akan diajukan pemerintah secara signifikan karena untuk tahap awal, proyek MRT yang akan dikerjakan dengan menggunakan pembiayaan luar negeri diperuntukkan bagi Design Engineering Service (DES) dengan alokasi pembiayaan hanya sekitar 16 juta dolar AS
Sementara itu, Sekretaris Menneg PPN, Syahrial Loethan mengatakan pihaknya telah memperoleh masukan dari tim independen, yang merupakan perwakilan dari banyak `agency", bahwa dengan melakukan negosiasi pada level multilateral, biaya yang dibutuhkan bisa lebih kecil daripada jika menggunakan sifat "tied loan" yang hanya memungkinkan penggunaan 30 persen muatan lokal.
"Ada tim yang membuat analisa yang mengatakan kalau kita mencoba melalui level multilateral, biayanya bisa lebih kecil. Dari 800 juta dolar AS (jika menggunakan `tied loan`), menjadi 500 juta dolar AS," katanya.
Dengan demikian, katanya, jika tidak dibiayai sejak proses design engineering, maka dipastikan keseluruhan proyek tidak akan dibiayai oleh pemerintah Jepang.
Dia menambahkan pemerintah tetap berharap bisa memperoleh kepastian pihak yang mau membiayai proyek tersebut pada tahun 2006 ini.
"Yang terus mendorong-dorong kita adalah pemerintah China. Sehingga selain dengan multilateral, kemungkinan dengan China dan beberapa negara lain," katanya.
Sedangkan Deputi Menneg PPN bidang Pendanaan Pembangunan, Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan bahwa dari delapan proyek yang diusulkan kepada pemerintah Jepang untuk dibiayai, hanya ada lima proyek yang sudah disetujui.
"Dari usulan pemerintah yang delapan proyek, ada lima proyek yang disetujui dengan nilai total sekitar 700-740 juta dolar AS," katanya.
Kelima proyek itu adalah, proyek akses jalan ke Tanjung Priok yang kontruksinya sudah fase kedua, Kamojang upstream dan downstream geothermal, hidro elektrolit power plant Asahan III, proyek "research and development" dengan pemberian beasiswa kepada PNS, dan proyek pengendalian banjir dan pengairan di Semarang.
Sedangkan proyek yang tidak disetujui adalah proyek Jakarta MRT System, proyek upland plantation Citarum, dan proyek infrastruktur pedesaan.
"Untuk proyek yang tidak jadi, akan kita bahas kesiapannya," jelasnya.
Pemerintah Jepang sendiri pada 2006 memberikan bantuan pinjaman hingga satu miliar dolar AS yang harus diusulkan paling lambat pada 31 Maret 2006 karena tahun anggaran di Jepang dimulai pada 1 April 2006.
Suku bunga pinjaman Jepang untuk pinjaman dengan sifat "tied loan" adalah sekitar 0,4 persen, sedangkan untuk pijaman dengan sifat general bunga yang dikenakan adalah 1,5 persen.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006