Jakarta (ANTARA News) - Enam tersangka kasus penyelundupan 16.554 unit pesawat telepon seluler merk Nokia berbagai tipe dijerat dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. "Mereka dijerat dengan UU korupsi karena perbuatan itu menyebabkan negara dirugikan sekitar Rp42 miliar," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sigit Sudarmanto di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, agar tidak lolos di pengadilan, para penyelundup ini juga dijerat dengan UU No 10 tahun 1995 tentang kepabeanan dan pasal 263 KUHP serta 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Tersangka sebanyak enam orang dan kini ditahan di Polda Metro Jaya itu adalah JI, FR, PBS, ISM, SR dan OZ, sedangkan tiga tersangka yang masih dinyatakan buron adalah MM, AA dan AS. FR, PBS, SK, SR dan GT merupakan pimpinan PT Multi Cahaya Dinamika, perusahaan yang memasukkan barang ke Indonesia secara illegal sedangkan FR, ISM, SR dan OZ adalah karyawan bea cukai Bandara Soekarno Hatta yang bertanggungjawab atas masuknya barang illegal itu. "Karyawan bea cukai ini tidak memeriksa barang secara menyeluruh namun diambil sampel saja. Dari 48 paket barang, hanya 2 paket yang diperiksa dan dijadikan dasar untuk mengisi dokumen laporan hasil pemeriksaan secara menyeluruh," katanya. Pengungkapan penyelundupan ini bermula dengan ditangkapnya truk berisi ponsel yang diduga selundupan di jalan tol bandara arah Kapuk, Jakarta Utara, 9 Maret 2006. Dari penyitaan barang itu polisi menemukan bahwa puluhan ribu ponsel masuk secara illegal sehingga diadakan penyidikan. Dari penyidikan terungkap bahwa pemilik barang adalah PT Multi Cahaya Dinamika yang mendatangkan barang lewat Bandara Soekarno Hatta. Setelah memeriksa semua dokumen, polisi menemukan keterlibatan oknum karyawan bea cukai bandara sehingga oknum ini pun ditangkap juga. "Petugas bea dan cukai membuat laporan palsu untuk memperlancar lolosnya barang impor itu. Petugas bea cukai meninggalkan prinsip kehati-hatian sehingga menguntungkan orang lain atau korporasi dan menimbulkan kerugian negara," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006