Memberikan edukasi dan sosialisasi migrasi aman dan bahaya trafficking
Jakarta (ANTARA) - Migrant Care menyampaikan perlu dilakukan langkah mengintensifkan edukasi dan sosialisasi migrasi aman dan bahaya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dilakukan dengan modus terbaru agar sampai ke masyarakat di tingkat akar rumput.
"Pihak Kemnaker RI, BP2MI, pemerintah daerah mulai dari provinsi, kabupaten/kota hingga desa harus mengintensifkan kembali dan memberikan edukasi dan sosialisasi migrasi aman dan bahaya trafficking dengan modus-modus mutakhir kepada masyarakat hingga di grassroots (akar rumput)," kata Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care Nur Harsono dalam konferensi pers virtual diikuti dari Jakarta, Senin.
Migrant Care juga mengharapkan pemangku kepentingan bidang ketenagakerjaan seperti Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) serta pemerintah daerah untuk meningkatkan pengawasan agen perekrutan pekerja migran Indonesia (PMI).
Ia menjelaskan bahwa modus penempatan secara ilegal kini tidak hanya dilakukan secara langsung di lapangan tapi juga melalui media sosial, memanfaatkan dampak ekonomi akibat pandemi yang dialami masyarakat.
Secara khusus dia mengambil contoh kasus penyekapan yang dialami puluhan WNI di Kamboja yang dilakukan perusahaan investasi di negara tersebut. Perekrutan para WNI tersebut kebanyakan dilakukan melalui iklan lowongan pekerjaan yang diunggah di media sosial.
Baca juga: Migrant Care dorong langkah atasi TPPO lewat modus rekrutmen online
Baca juga: Cegah WNI jadi korban TPPO, Menlu RI kerja sama dengan Kamboja
Kepala Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah dalam kesempatan itu juga menyoroti pentingnya sosialisasi akan migrasi yang aman dan pola-pola TPPO terutama dilakukan di tingkat desa yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
Dia menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI, pemerintah desa memiliki kewenangan untuk menyediakan informasi memadai terkait migrasi aman dan TPPO. Namun, menurutnya, masih sedikit desa yang menyadari pentingnya sosialisasi tersebut.
"Mayoritas ribuan desa-desa bahkan mungkin belum tahu mereka punya kewenangan untuk menyediakan informasi itu di desanya termasuk melakukan pemantauan siapa yang merekrut warganya," jelas Anis.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RI dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Minggu (31/7) menyampaikan bahwa telah berhasil menyelamatkan 62 orang WNI yang disekap perusahaan investasi di Kamboja.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan pada Sabtu (30/7) bahwa dirinya akan menemui pihak kepolisian dan pemerintah Kamboja untuk memperkuat koordinasi demi mencegahnya kembali terjadinya TPPO yang menyasar WNI.
Baca juga: Menlu Retno: 55 WNI yang disekap di Kamboja telah diselamatkan
Baca juga: Migrant Care harapkan edukasi TPPO masuk kurikulum sebagai pencegahan
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022