Jakarta (ANTARA) - "Saya berharap, perhelatan olahraga ini akan semakin mempererat hubungan persahabatan negara-negara ASEAN," kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin tatkala membuka ASEAN Para Games 2022 di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, Sabtu malam kemarin.
Sekalipun dari masa ke masa, baik SEA Games maupun ASEAN Para Games, mendengungkan harapan persahabatan yang semakin lekat seperti disampaikan Ma'ruf Amin, pesan ini tetap menarik tak pernah lekang oleh waktu.
"Saya juga berharap, ASEAN Para Games akan menjadikan komunitas ASEAN semakin inklusif dan tangguh," sambung Ma'ruf Amin.
ASEAN Para Games 2022, atau singkat saja sebut dengan APG 2022, adalah kedua kalinya tidak digelar di negara yang sama dengan penyelenggara SEA Games penyertanya.
13 tahun lalu pada 2019, Kuala Lumpur di Malaysia juga berposisi sama dengan Solo pada 2022. Di kota itulah ASEAN Para Games 2009 digelar, setelah SEA Games-nya sendiri diadakan di Laos.
Tahun ini SEA Games-nya digelar di Vietnam pada Mei, sedangkan Para Games-nya diselenggarakan di Indonesia.
Ketika Vietnam tak siap merangkaikan SEA Games 2021 dengan ASEAN Para Games tahun itu juga, Indonesia maju menawarkan diri menyelenggarakan kontes olahraga untuk atlet-atlet para se-Asia Tenggara itu.
Ini lebih menyangkut upaya menjaga kontinuitas event dan komitmen ASEAN untuk tak lagi membiarkan perhelatan mulia ini kembali terputus seperti Filipina membatalkan ASEAN Para Games 2020 karena pandemi.
Lebih dari itu, kemanfaatan ASEAN Para Games jauh lebih besar dari pada insentif yang bisa didapatkan negara yang menyelenggarakannya. Karena perhelatan ini juga menyangkut kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial yang melekat dalam ASEAN Para Games.
Oleh karena itu, ketika Vietnam tidak bersedia menyelenggarakan ASEAN Para Games 2022, ada kesepakatan di ASEAN bahwa peristiwa 2020 tak boleh lagi terulang.
Indonesia lalu datang menawarkan diri menyelenggarakan ASEAN Para Games 2022 itu. Indahnya, semua Asia Tenggara lainnya menerima tawaran ini dengan hangat.
"Karena kita ASEAN, orang ASEAN bekerja bersama, kita bisa menerima, kita saling memaafkan, dan kita berbagi kebahagiaan," kata Sekjen ASEAN Para Sports Federation (APSF) Wandee Tosuwan beberapa hari sebelum APG 2022 dibuka 30 Juli kemarin.
Sudah 55 tahun negara-negara Asia Tenggara direkatkan oleh ASEAN yang adalah organisasi yang sampai kini menjadi konsensus kawasan untuk hidup berdampingan dan bahu membahu saling menguatkan dan memajukan.
Keidentikan karena kesamaan latar belakang sosial, budaya, sejarah, dan lainnya membuat ASEAN menjadi merasa perlu untuk semakin kencang terikat dalam "masyarakat yang satu" yang berusaha dikuatkan dari waktu ke waktu, baik lewat laku maupun lisan, persis disampaikan Wakil Presiden Ma'ruf Amin itu.
Niscaya
Harapan untuk ASEAN yang semakin inklusif dan tangguh adalah juga harapan semua pemimpin sebelas negara yang memerintah total 682 juta manusia yang menghuni tanah seluas total 4,49 juta km persegi ini.
Semua di Asia Tenggara merasa dekat satu sama lain, dan kedekatan ini membuat apa yang tak bisa dilakukan yang lain bisa dibantu atau bahkan dikerjakan oleh yang lainnya, seperti ketika Indonesia menawarkan diri menggantikan Vietnam sebagai tuan rumah ASEAN Para Games 2022.
Semua di Asia Tenggara lebih sering berucap dan bertindak yang mengesankan seia sekata.
Sikap seperti itu semestinya bisa membuat masyarakat kawasan ini lebih bisa mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang bisa merusak harmoni kawasan, di antaranya karena apa yang terjadi di arena olahraga.
Sayang hal itu masih terlalu sulit diatasi. Mei lalu saja ketika SEA Games pertama masa pandemi digelar di Vietnam, harmoni kawasan agak terusik oleh semangat kompetisi yang agak terlihat upaya "asal menang".
Bukan hanya terjadi di arena lomba seperti dialami atlet dan ofisial pencak silat Indonesia yang merasa telah dijadikan 'musuh bersama' oleh kontestan-kontestan lain sehingga target medali pun tak tercapai.
Praktik yang merusak harmoni kawasan juga terjadi saat cabang atau nomor yang sejak lama dimainkan baik dalam SEA Games maupun event-event berlevel di atasnya, termasuk Olimpiade, dihapus di SEA Games 2022 lalu.
Kompetisi olahraga yang semestinya menunjukkan kesportifan pun malah sering menjauhi nilai termulia dari kompetisi olahraga itu.
Wandee Tosuwan bilang "kita (ASEAN) saling memaafkan". Tapi ini pastinya tak termasuk memaafkan laku tidak sportif yang justru bisa merusak harmoni di kawasan.
Indonesia tak boleh mengulangi apa yang dirasakan atlet-atletnya baik dalam SEA Games 2022 lalu maupun kompetisi-kompetisi-kompetisi intra-kawasan lainnya seperti Piala AFF U-19 lalu di mana Indonesia tersisih karena dua tim diduga tak sportif dengan tak berusaha saling mengalahkan.
Untuk itu, ASEAN Para Games 2022 di Solo menjadi kesempatan untuk menunjukkan bahwa olahraga itu tentang sportivitas, bahwa tak mungkin menyapih sportivitas dari cita-cita menciptakan masyarakat inklusif dan bersaudara. Kedua aspek ini bertautan, menjadi sebab sekaligus akibat.
Berjuang untuk kesetaraan dan masyarakat inklusif tidak boleh lagi dengan mengorbankan sportivitas. Bukan saja laku tidak sportif itu tak benar dari perspektif kompetisi olahraga, tapi juga karena sportivitas itu kebutuhan.
Lain hal, kemewahan menjadi tuan rumah jangan lagi dianggap kesempatan untuk aji mumpung demi sebanyak mungkin medali seperti sering terjadi dalam banyak ajang multi-cabang di Asia Tenggara.
Dalam kerangka ini, ASEAN Para Games 2022 adalah kesempatan bagi Indonesia untuk menjadi role-model untuk bagaimana kompetisi sehat dan sportivitas dijunjung karena Indonesia percaya nilai ini niscaya dalam mendorong masyarakat ASEAN menjadi semakin inklusif dan tangguh seperti diharapkan Wapres Ma'ruf Amin.
Baca juga: Menpora sebut APG bentuk perhatian Presiden pada atlet disabilitas
Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin buka ASEAN Para Games 2022
Baca juga: ASEAN Para Games Solo, perjuangan untuk kesetaraan
Copyright © ANTARA 2022