Kalau pagi itu ramai karena saya jam lima subuh sudah siap jualan, saya jual gorengan. Pekerja proyek, karyawan hotel datang beli pada berderet

Jakarta (ANTARA) - Warung kerek ember, mungkin kata-kata tersebut terdengar cukup asing di telinga kita. Namun, tidak bagi para pekerja dan pegawai hotel mewah di kawasan Gatot Subroto, Kuningan, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Unik dan tidak biasa, itulah yang mungkin terpikirkan oleh kebanyakan orang saat melihat proses transaksi di warung kerek yang berlokasi di tepi Kali Mampang tersebut. Sebab untuk melakukan jual beli, para pedagang di warung pinggiran kali itu justru memanfaatkan tali tambang dan ember plastik sebagai media transaksi.

Banyak yang menyebutnya "warung kerek" dikarenakan penjual harus mengantarkan makanan ke pembeli dengan menggunakan tali tambang dan ember plastik yang dikerek. Jarak antara penjual dan pembeli dipisahkan oleh sungai selebar sekitar empat meter.

Berbeda dengan warung-warung makan umumnya, memesan makanan di warung kerek dilakukan dengan berteriak karena jarak yang lumayan jauh antara pemilik warung dan pembeli.

"Mpok, beli gado-gado satu," teriak pembeli di seberang warung kerek yang terlihat pada Jumat (29/07) siang. Itu adalah cara pembeli memesan makanan.

Tidak lama berselang, seorang perempuan keluar dari rumah yang juga dijadikan rumah makan, perempuan itu adalah Mpok Neneng. Ia bergegas melayani pembeli dengan kembali berteriak menanyakan menu makanan yang dipesan sebelum akhirnya dibuat dan diletakan di dalam ember hitam.

Dengan bermodalkan tali yang terbentang dari satu sisi kali ke sisi seberang, dia menggerek ember berisi pesanan makanan kepada pembeli.

"Kalau di sini makanannya cukup komplit, ada ayam geprek, ayam penyet, pecel ayam, ayam kremes, nasi rames, gado-gado, soto juga ada," kata Mpok Neneng. Perempuan berusia 40 tahun tersebut merupakan salah satu dari enam pemilik warung kerek di lokasi.

Ia mengatakan pembeli kebanyakan pegawai-pegawai hotel, cleaning (servis) dan proyek.

Biasanya pembeli-pembeli langganan jarang berteriak saat memesan makanan, mereka sudah lebih dahulu memesan lewat aplikasi Whatsapp (WA).

"Mereka (langganan) biasanya pesan lewat WA, kalau yang belum punya nomor WA saya atau pelanggan baru ya teriak kalau mau pesan," kata Mpok Neneng.

Pembeli menunggu pesanan makanannya tiba di dalam ember di Warung Kerek Ember di Kuningan Barat, Jakarta, Jumat (29/7/2022). Antara/Hendri Sukma Indrawan

Awal mula

Mpok Neneng mengatakan asal mulanya warung-warung kerek ini muncul pada tahun 2014 atau tujuh tahun lalu saat jembatan penghubung dua wilayah itu dihancurkan bersamaan proyek pengerukan kali. Jembatan itu sebelumnya digunakan pembeli yang datang ke rumah makan.

"Awalnya kan ada jembatan, trus diputus akhirnya pakai alternatif tali dan ember. Waktu itu langganan banyak yang bingung mau makan soalnya jembatan udah tidak ada, muter kejauhan," kata Mpok Neneng.

Saat itu, Ibu Mpok Neneng, Irma sempat pindah ke seberang kali untuk berjualan, tetapi itu hanya sebentar karena harga sewanya yang mahal dan akhirnya memilih kembali ke rumah sambil menjual menggunakan tambang serta ember.

Sementara itu, seorang pemilik warung kerek lainnya, Dartini mengatakan suaminya adalah pencetus warung kerek di lokasi ini. "Iya almarhum suami saya yang bikin ini pertama. Orang tadinya pekerja yang mau makan pada turun semua, sekarang susah. Kita kan perlu makan juga, akhirnya buat kerek gini," kata Dartini.

Meski cara bertransaksi yang tidak dekat dengan pembeli, tetapi warung Dartini tetap ramai oleh konsumen setiap hari. Apalagi pagi hari sebab dia menyajikan makanan ringan lebih awal.

"Kalau pagi itu ramai karena saya jam lima subuh sudah siap jualan, saya jual gorengan. Pekerja proyek, karyawan hotel datang beli pada berderet," ucap Dartini.

Mengenai harga, warung-warung kerek ini terbilang murah seperti rumah makan atau kopi pada umumnya. Harganya yang ramah di kantong juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pegawai hotel mewah di kawasan Gatot Subroto tersebut.

"Kopi dan minuman dingin saya jual juga. Tapi pembeli siang itu, tidak seramai pagi," ucap Dartini.

Seperti untuk menu nasi rames, misalnya. Dartini menjual nasi dengan tiga menu lauk seharga Rp10 ribu hingga Rp13 ribu. Sementara itu, ayam geprek di warung Mpok Neneng juga tidak lebih dari 30 ribu.

Baca juga: Tujuh resep membangun bisnis ayam geprek

Pemilik warung kerek, Mpok Neneng menaruh makanan pesanan pembeli di ember sebelum dikerek menyeberangi kali Mampang di Kuningan Barat, Jakarta, Jumat (29/7/2022). Antara/Hendri Sukma Indrawan

Risiko

Pemilik warung kerek lainnya, Ibu Khatirah mengaku beberapa kali keliru mendengar pesanan yang disampaikan pembeli dari seberang kali.

"Ya karena saya dan suami sudah tua, pendengarannya udah kurang. Itu di dekat kali ada air suaranya kenceng kalau lagi ngalir," ceritanya. Ketika pembeli berteriak, penjualnya pun terkadang iya-iya saja.

Ibu Khatirah akhirnya mengganti pesanan pembeli yang salah.

"Ya nanti diganti. Mau enggak mau rugi. Risiko orang dagang," tambahnya sambil tertawa.

Lain lagi ceritanya dengan Mpok Neneng, yang mengatakan makanan buatannya dan uang pembeli pernah jatuh ke kali. Namun, ia menyebut hal-hal tersebut sebagai risiko dalam berjualan dengan cara unik seperti ini. Dia pernah mengalami 10 bungkus nasi jatuh ke sungai karena tidak cermat menyusun tumpukan bungkus nasi.

Seorang pembeli (kiri) sedang memesan minuman di Warung Kerek Ember di Kuningan Barat, Jakarta, Jumat (29/7/2022). Antara/Hendri Sukma Indrawan

Omzet

Meski warungnya terlihat sederhana, para pemilik warung kerek ini bisa meraup omzet hingga jutaan rupiah per harinya.

Warung kerek diminati bagi para karyawan lantaran harga makanan dan minuman yang murah, sesuai kocek mereka.

Mpok Neneng bercerita sebelum pandemi COVID-19, pemasukan per hari warungnya bisa meraup sekitar 1,5 sampai dua juta rupiah. Itu karena dia dan pemilik warung lainnya tidak harus membayar sewa tempat.

Itu tentu berbeda ketika ia membuka kantin di gedung tinggi yang harga sewa saja bisa mencapai 3,3 juta sebulan dan ia praktis hanya bisa berjualan selama 20 hari karena Sabtu dan Minggu libur.

Dartini mengatakan, pendapatan dari warung kerek yang dijalani ini sebesar dua juta per hari. Pendapatan tersebut disebut sempat menurun drastis selama dua tahun karena pandemi Covid-19.

"Ini kan saya baru buka lagi, setelah dua tahun karena pandemi COVID-19. Untuk sekarang ini omzet satu jutaan, beda dari sebelum (ada) COVID-19 bisa 2,5 juta," ucap Dartini.

Baca juga: Wagub DKI: Pembangunan turap Kali Mampang melalui perencanaan
Baca juga: Anggota DPD apresiasi pengerukan Kali Mampang rampung 100 persen

Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2022