"Tidak ada perbuatan melawan hukum yang diajukan pemohon PK dalam kaitannya dengan kerugian keuangan negara," ujar OC Kaligis, kuasa hukum Probo.

Jakarta (ANTARA News) - Terpidana perkara korupsi Dana Reboisasi Hutan Tanaman Industri (HTI), Probosutedjo, hari Senin mengajukan delapan bukti baru (novum) dalam permohonan Peninjauan Kembali (PK). Pada sidang pertama permohonan PK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Probo diwakili kuasa hukumnya, OC Kaligis, memohon kepada majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin untuk mengabulkan permohonan PK dan membatalkan putusan Mahkamah Agung (MA) 28 November 2005 yang menghukum Probo empat tahun penjara dan membayar kerugian negara Rp100,9 miliar. Bukti baru yang diajukan oleh kuasa hukum Probo di antaranya adalah putusan MA No 181 K/TUN/2004 tertanggal 9 Juni 2005 antara Menteri Kehutanan melawan PT Menara Hutan Buana yang memenangkan PT Menara dan membatalkan SK Menhut yang mencabut ijin pengelolaan hutan kepada PT Menara. Selain itu, kuasa hukum Probo juga mengajukan bukti penyetoran uang pengganti kepada negara Rp100,9 miliar tertanggal 5 Januari 2006 dan berita acara penyerahan denda dan biaya perkara tertanggal 5 Januari 2006. Kuasa hukum itu menganggap putusan MA adalah kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata karena dalam amar putusan kasasi, Probo dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama. "Tetapi dalam amar putusan itu tidak jelas disebutkan bersama-sama siapa dan yang diseret ke pengadilan dan kini mendekam di tahanan hanya Probo saja. Demikian pula dengan uang pengganti yang hanya ditanggung sendiri oleh Probo," kata Kaligis. Kuasa hukum Probo juga menilai pertimbangan hukum yang digunakan majelis hakim kasasi keliru karena kerugian negara Rp100,9 miliar itu timbul akibat adanya perikatan perdata yang tunduk pada hukum perdata antara PT Menara Hutan Buana dan Bank Exim. Kaligis menilai masalah yang timbul akibat sengketa hutang piutang merupakan sengketa perdata yang harus diselesaikan melalui jalur perdata. Majelis hakim kasasi, lanjut dia, telah keliru dalam menyamakan pengertian melawan hukum dalam arti pidana dengan perjanjian kredit yang belum jatuh tempo. "Tidak ada perbuatan melawan hukum yang diajukan pemohon PK dalam kaitannya dengan kerugian keuangan negara," ujarnya. Pada 28 November 2005, majelis hakim kasasi yang diketuai Iskandar Kamil dan beranggotakan hakim agung Harifin A Tumpa, Atja Sondjaya, Rehngena Purba dan Djoko Sarwoko menghukum Probo empat tahun penjara dan membayar uang kerugian negara sebesar Rp100,9 miliar. Probo kemudian dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan kini dipindahkan ke LP Sukamiskin, Bandung. Kasus Probo sempat menarik perhatian ketika ia melaporkan pengacaranya, Harini Wijoso ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tuduhan pemerasan. Mantan majelis hakim kasasi yang menangani perkara Probo yang diketuai Bagir Manan dan beranggotakan Parman Soeparman dan Usman Karim tertimpa isu suap dan akhirnya MA mengganti majelis hakim perkara Probo.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006