harus ada upaya pemerintah jangan diam-diam ajaKabupaten Bogor (ANTARA) - Komunitas Peduli Sungai Cileungsi Cikeas (KP2C) mendesak pemerintah untuk melakukan investigasi atas pencemaran lingkungan yang dinilai sudah lama terjadi pada Sungai Cileungsi.
"Ada yang bau menyengat ada yang bau amis. Kalau bau amis ini diduga dari limbah daging, itu dari industri-industri yang berhubungan dengan makhluk hidup. Itu harus ada yang lakukan investigasi. Kalau yang bau menyengat biasanya yang pakai bahan kimia," ungkap Ketua KP2C, Puarman di Gunungputri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Menurutnya, aroma tak sedap dan tumpukan busa di Sungai Cileungsi bukan hanya kali ini terjadi. Hanya saja busa yang diduga berasal dari limbah itu kali ini volumenya lebih besar.
"Di Curug Parigi ini memang hampir setiap hari ada buih itu. Jadi alirannya dari sebelum Curug itu, bisa jadi dari Kabupaten Bogor atau dari Kota Bekasi, kita belum tau dari mana asalnya," ujarnya.
Baca juga: Kepada Kepala DLH, Bupati Bogor: Selesaikan limbah Sungai Cileungsi
Baca juga: Soal pencemaran Sungai Cileungsi, Uu sebut anggaran terbatas
Puarman menduga, tumpukan busa itu bermunculan karena air sungai yang sudah terkontaminasi limbah kimia mengalami turbulensi ketika mengalir dari Curug.
"Buih ini belum tahu pasti jenisnya apa, tapi diduga ini limbah dari laundry atau domestik. Itu perlu pembuktian, tidak mudah memang untuk membuktikannya. Tapi harus ada upaya pemerintah jangan diam-diam aja," kata Puarman.
Sebelumnya, aliran Sungai Cileungsi tepatnya di Desa Bojong Kulur, Gunungputri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengalami pencemaran dengan kondisi berbusa dan mengeluarkan aroma tak sedap.
Kemunculan limbah busa berwarna putih itu tidak berangsur lama, melainkan hanya hitungan menit sekitar pukul 08.30 WIB pada Selasa (26/7).
Baca juga: Ombudsman salahkan DLH Bogor soal ratusan ikan mati di Cileungsi
Puarman menduga, tumpukan busa itu bermunculan karena air sungai yang sudah terkontaminasi limbah kimia mengalami turbulensi ketika mengalir dari Curug.
"Buih ini belum tahu pasti jenisnya apa, tapi diduga ini limbah dari laundry atau domestik. Itu perlu pembuktian, tidak mudah memang untuk membuktikannya. Tapi harus ada upaya pemerintah jangan diam-diam aja," kata Puarman.
Sebelumnya, aliran Sungai Cileungsi tepatnya di Desa Bojong Kulur, Gunungputri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengalami pencemaran dengan kondisi berbusa dan mengeluarkan aroma tak sedap.
Kemunculan limbah busa berwarna putih itu tidak berangsur lama, melainkan hanya hitungan menit sekitar pukul 08.30 WIB pada Selasa (26/7).
Baca juga: Ombudsman salahkan DLH Bogor soal ratusan ikan mati di Cileungsi
Baca juga: Pencemar Sungai Cileungsi Bogor diultimatum ditutup
Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Ade Yana Mulyana menyebutkan bahwa pihaknya akan memantau para pembuang limbah di Sungai Cileungsi melalui kamera pengintai atau CCTV.
"Fungsinya adalah ketika terjadi pencemaran, kami minimal bisa identifikasi titik awalnya dimana sih. Itu yang selama ini kami susah (lakukan)," ujarnya.
Ia mengaku sedang menghitung kebutuhan jumlah kebutuhan CCTV bersama Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C), kemudian menyesuaikan dengan anggaran yang disiapkan untuk pengadaan.
Baca juga: DLHK: Perlu ada sinergi dalam pencegahan pencemaran aliran Cisadane
Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Ade Yana Mulyana menyebutkan bahwa pihaknya akan memantau para pembuang limbah di Sungai Cileungsi melalui kamera pengintai atau CCTV.
"Fungsinya adalah ketika terjadi pencemaran, kami minimal bisa identifikasi titik awalnya dimana sih. Itu yang selama ini kami susah (lakukan)," ujarnya.
Ia mengaku sedang menghitung kebutuhan jumlah kebutuhan CCTV bersama Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C), kemudian menyesuaikan dengan anggaran yang disiapkan untuk pengadaan.
Baca juga: DLHK: Perlu ada sinergi dalam pencegahan pencemaran aliran Cisadane
Baca juga: Jangan biarkan pencemaran Sungai Musi semakin parah
Baca juga: DKI segera atasi bau tak sedap di sungai Tebet Eco Park
Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022