Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik Lisman Manurung mengungkapkan penerapan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif harus melibatkan pemerintah daerah untuk membantu mengurus sertifikat kekayaan intelektual (KI) dan memberdayakan UMKM agar bisa mendongkrak penerimaan pajak daerah.
“Subtansinya bagus tapi tidak mungkin diurus satu kementerian, harus melibatkan pemerintah daerah, perguruan tinggi dan lain-lain. Kalau daerah tertentu banyak karya yang bisa menghasilkan dana dan pajak, penerimaan daerah bisa naik,” ucap Lisman saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Pengamat dari Universitas Indonesia ini menjelaskan perlunya keterlibatan pemerintah daerah adalah untuk membimbing UMKM yang mungkin kesulitan jika ingin mengklaim sertifikat kekayaan intelektual (KI) dari segi administrasi. Seperti yang disebutkan dalam PP tersebut, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi jika ingin mengajukan pinjaman menggunakan sertifikat kekayaan intelektual.
Baca juga: Kemenkumhan dorong Kalimatan Timur gali kekayaan intelektual komunal
Dalam PP nomor 24 tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif, untuk mengajukan kredit berbasis KI, terdapat empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu memiliki proposal pembiayaan usaha ekonomi kreatif, memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif, dan memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.
“Namun mengurus kekayaan intelektual itu harus deskriptif, diproses lalu diajukan ke kementerian terkait. Itu sendiri tidak mungkin dibiarkan UMKM lakukan sendiri. Administrasinya pasti kalah,” ucapnya.
Lisman juga menyebut proses klaim sertifikat kekayaan intelektual (KI) tersebut juga termasuk untuk konten media digital. Menurutnya saat ini banyak pembuat konten digital tidak bisa membuktikan bahwa karya itu asli miliknya.
Baca juga: Kemenkumham ingatkan pengajuan merek harus perhatikan itikad baik
“Kalau UMKM biasa bisa langsung tahu penghasilannya. Kalau dia konten, dia tidak bisa memastikan dia menghasilkan sesuatu dari situ. Yang membuat diterbitkannya sertifikasi itu dia harus bisa mendeskripsikannya. Persoalannya gimana dia menunjukkan itu milik dia,” ucapnya.
Jika pembuat konten tersebut bisa mendeskripsikan hasil karyanya, katanya, maka sertifikat KI bisa diterbitkan. Dengan memiliki sertifikat tersebut maka bisa melindungi konten yang dibuat dan menghasilkan uang.
Lisman menyarankan agar implementasi kebijakan itu diteruskan oleh institusi terkait karena banyak di daerah yang belum tahu tentang kebijakan ini sehingga ke depan tidak ada pencurian karya.
Baca juga: Pemkot Kediri: Pecut samandiman jadi hak kekayaan intelektual
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022