Dalam menyusun regulasi tersebut, KPU seharusnya melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), perguruan tinggi, dan organisasi kemahasiswaan di lingkungan kampus, katanya melalui sambungan telepon kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
"Butuh persiapan matang untuk kampanye di kampus agar tidak terjadi polarisasi," katanya.
Dia menyarankan regulasi kampanye di kampus harus memuat empat aturan terkait hubungan antara kampus, organisasi kemahasiswaan, partai politik (parpol), dan kandidat.
Regulasi pertama, katanya, kampanye di lingkungan kampus harus diselenggarakan secara terbatas dalam bentuk debat. Kedua, menurutnya, perlu ada larangan bagi parpol dan kandidat peserta Pemilu untuk memanfaatkan tokoh mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan sebagai perpanjangan tangan.
Baca juga: Peneliti sebut kampanye pemilu di kampus ajang edukasi politik
Ketiga, katanya, pelaksanaan kampanye dilakukan pada hari libur, yakni Sabtu dan Minggu, sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar di kampus. Keempat, menurut dia, pengaturan kampanye di kampus sepenuhnya menjadi otoritas rektor. Artinya parpol dan kandidat tidak boleh memaksakan agenda kampanye harus ada di setiap kampus.
"Terserah pihak rektorat mengijinkan atau tidak kampanye di kampus," ujarnya.
Namun, dia mengatakan sebaiknya perizinan agenda kampanye tidak dipengaruhi oleh kemungkinan afiliasi antara parpol tertentu dengan pihak kampus. Dalam hal itu, Bawaslu harus memantau langsung pelaksanaan kampanye di kampus untuk mendeteksi potensi pelanggaran kampanye.
Baca juga: Enam parpol sampaikan rencana mendaftar ke KPU RI
Pewarta: Feny Aprianti
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022